Kamis, 23 Februari 2017

Aku dan Robert Langdon

Mari kubawa kau jalan-jalan ke Vatican. Disana akan kukenalkan kau dengan Robert Langdon, ahli sejarah Harvard, murid dari Dan Brown, novelis kontraversial itu. OK?
oOo

Langit pagi menjelang siang masih digayuti awan tebal ketika kami tiba-tiba telah berada di puncak Koliseum Roma.

“Tidak ada hotel yang paling cocok di seluruh Roma selain yang ini”. Kata Robert, sesaat ketika kami telah keluar dari area hotel lalu meluncur diatas jalan-jalan Roma menuju Vatikan. Hotel Bernini, simbol kemewahan dunia masa lalu itu berdiri megah menghadap ke Air Mancur Triton karya Bernini.

“Beri kesempatan pada kawan muslim kita ini melihat-lihat keajaiban masa Renaissance, Mr. Robert.” Kata Tuan Imajinasi disela obrolan mereka yang tiada putus. Mereka tampak sangat akarab.

“Oh, tentu”. Dengan ramah sahabat Tuan Imajinasi itu berbalik dan menyapaku.

“Mari nikmati keindahan kota suci ummat Kristiani ini, Mr. Moslem”

“Terima kasih” Kataku mengangguk hormat.

“Vatikan adalah negera terkecil di dunia tetapi mampu mempengaruhi kebijakan, bahkan mengendalikan seluruh konstelasi spiritual dan politik negara-negara raksasa kapitalis di seluruh muka bumi ini. Bukan begitu, pak Prof?” Tuan Inajinasi membuka obrolan.

Robert tersenyum senang. “Begitulah kira-kira”.

Aku sendiri sedikit miris. Mr. Robert memanggilku Mr. Moslem, padahal tadi aku telah memperkenalkan namaku dengan jelas.

Menyaksikan sepanjang jalan Vatikan, dalam hatiku tak henti berdecak kagum. Seluruh bangunan-bangunan gedung memancarkan pesona seni tinggi tak tertandingi. Mulai dari Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina, Borgia Courtyard, Kantor Paus, Kantor Garda Swis, Taman-taman, Passeto, Kantor Pos Pusat, Balairung Kepausan, hingga Istana Pemerintahan Vatikan semua kami lalui. Sekilas aku teringat dengan keindahan arsitektur bangunan-bangunan lama peninggalan kejayaan Islam di Andalusia.

Dari obrolan mereka berdua, aku tahu bahwa kehadiran Mr. Robert ke Vatikan adalah dalam rangka menghadiri jamuan khusus Paus terkait dengan reaksi keras ummat Islam atas dugaan penistaan al-Qur’an oleh seorang China Nasrani di Indonesia. Ia datang bersama kekasihnya, Victoria.

Victoria adalah putri peraih Nobel Fisika, Leonardo Vetra atas jasa besarnya sebagai perintis teknologi Anti Materi. Para ilmuwan menyebut penemuan itu sebagai keajaiban Fisika Teologis.

Beberapa tahun lalu, sebagai akibat dari penemuan teknologi itu, empat orang kardinal dan Leonardo Vetra sendiri tewas secara tragis dalam sebuah tragedi ke-kristen-an terparah sepanjang abad ini. Seluruh media di muka bumi ini mengumumkan bahwa Kelompok Teroris Timur Tengah sebagai dalangnya. Tetapi berkat kerja keras Robert dan Kekasihnya itu, akhirnya terungkap bahwa pelaku aksi biadab itu adselah Kelompok Illuminati. Berkat Robert Langdonlah, sehingga terungkap dalang sesungguhnya dan situasi berhasil kembali pulih.

“Pernah dengar kata Illuminti?” Tanya Robert padaku tiba-tiba. Kami kini berada dalam sebuah ruangan mewah di Museum Vatikan.

“Pernah.” Kataku. “Tapi aku lebih mengakrabinya dengan istilah konspirasi, persekongkolan rahasia”.

“Kata Illuminati berarti mereka yang tercerahkan. Itu adalah nama sebuah persaudaraan kuno.” Robert, meneruskan apa yang ingin diuraikannya.

“Nama yang identik dengan simbol-simbol misterius yang konon adalah logo mata uang Dolar AS itu?” Tanyaku repleks. Mata Tuan Imajinasi melotot memandangku.

“Kisah tentang lambang Illuminati merupakan legenda dalam simbologi modern; Dan walaupun ambigram sering terlihat di berbagai simbol seperti pada swastika, yin yang, bintang Yahudi, dan salib sederhana.belum ada ilmuwan yang betul-betul mampu menyingkapnyanya” Kata Robert lagi.

“Jadi, siapakah orang-orang Illuminati itu?” tanyaku mendesak.

“Sejak awal peradaban modern,” jelasnya, ”sebuah jurang dalam telah terbentuk di antara ilmu pengetahuan dan agama. Ilmuwan- ilmuwan yang berani bicara seperti Copernicus”

“Hmm, ia menyebut masa Copernicus sebagai awal peradaban” Batinku. ”Dibunuh oleh gereja karena mereka menguak kebenaran ilmiah, bukan?” Tanyaku kemudian pada Robert.

”Ya. Pada tahun 1500-an, sebuah kelompok di Roma melawan gereja. Beberapa orang Italia yang sangat terpelajar, seperti para ahli fisika, matematika, dan ahli astronomi, diam-diam mulai mengadakan pertemuan untuk berba gi keprihatinan terhadap pengajaran gereja yang tidak benar. Mereka takut kalau monopoli gereja pada ’kebenaran’ akan mengancam pencerahan ilmuwan di seluruh dunia. Mereka mendirikan sebuah think tank, lembaga pemikir pertama di dunia, dan menyebut diri mereka sendiri sebagai ’orang-orang yang tercerahkan.”

”Kelompok Illuminati itu?”

”Ya,” sahut Tuan Imajinasi. ”Orang-orang paling pandai di Eropa ... mengabdi untuk mencari kebenaran ilmiah.”

Aku terdiam. Tuan Imanjinasi memandangiku. Sebuah senyum simpul disodorkannya sebagai tanda perdamaian. Aku mengerti.

”Tentu saja kelompok Illuminati itu diburu dengan kejam oleh Gereja Katolik. Hanya karena mereka dapat bersembunyi dengan baik, mereka bisa selamat. Pemikiran mereka pun tersebar ke seluruh ilmuwan bawah tanah, dan persaudaraan Illuminati berkembang serta melibatkan seluruh ilmuwan di seluruh Eropa. Para ilmuwan itu mengadakan pertemuan secara teratur di Roma di sebuah markas yang sangat dirahasiakan yang mereka sebut Gereja Illuminati.” Jelas Robert selanjutnya.

Aku menyimak. Diam-diam aku kagum pada Tuan Imajinasi yang memiliki banyak kolega dan hebat-hebat.

”Beberapa anggota kaum Illuminati,” lanjut Robert, ”ingin melawan tirani gereja dengan kekerasan, tetapi anggota yang paling mereka hormati membujuk mereka untuk tidak melakukan itu. Dia adalah orang yang cinta damai dan seorang ilmuwan yang paling ternama dalam sejarah.”

“Aku yakin kamu tahu nama ilmuwan itu”. Kata Tuan Imajinasi kepadaku. “Bahkan orang awam pun mengenali seorang ahli astronomi yang bernasib malang kerana ditangkap dan dihukum oleh gereja karena mengatakan bahwa matahari, dan bukan bumi, adalah pusat tata surya. Walau fakta yang dikemukakannya itu tidak dapat disangkal, ahli astronomi tersebut tetap di hukum berat karena secara tidak langsung mengatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia di tempat lain selain di pusat semesta -Nya.”

”Galileo?” Kataku. Tuan Imajinasi mendongak. ”Galileo Galilei”

”Ya. Galileo adalah seorang Illuminatus. Dan dia juga seorang Katolik yang taat. Dia berusaha untuk memperlunak pemikiran gereja terhadap ilmu pengetahuan dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak mengecilkan keberadaan Tuhan, tetapi malah memperkuatnya. Dia pernah menulis ketika dia memerhatikan planet-planet yang berputar melalui teleskopnya, dia dapat mendengar suara Tuhan dalam musik alam semesta. Dia meyakinkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama bukanlah musuh, tetapi rekanan—dua bahasa berbeda yang menceritakan sebuah kisah yang sama, kisah tentang simetri dan keseimbangan ... surga dan neraka, malam dan siang, panas dan dingin, Tuhan dan setan. Ilmu pengetahuan dan agama keduanya bergembira bersama dalam simetri Tuhan ... pertandingan tak pernah berakhir antara terang dan gelap.” Langdon berhenti sejenak lalu menghentakkan kakinya supaya tetap hangat.

Celakanya,” Sergah Tuan Imajinasi, ”penggabungan ilmu pengetahuan dan agama tidak diinginkan gereja.”

“Tentu saja tidak,” sela Robert. ”Pengabungan itu akan menghancurkan apa yang sudah dikatakan gereja sebagai satu-satunya kendaraan yang dapat digunakan manusia untuk mengerti Tuhan. Jadi gereja mengadili Galileo sebagai orang yang sesat, diputus bersalah dan dijatuhi hukuman tahanan rumah seumur hidup”.

Sebuah pemahaman baru bagiku soal illuminaty dan kaitannya dengan gereja,” kataku berbisik pada Tuan Imajinasi. “tetapi itu sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Apa hubungannya dengan penistaan Agama oleh sang gubernur itu?”

“Aku faham, tapi simpan dulu”. Kata Tuan Imajinasi sambil melirik Robert yang nampak tidak
menghiraukan polemik kecil kami.

”Penangkapan Galileo membuat kaum Illuminati bergejolak. Tapi mereka membuat kesalahan sehingga gereja dapat mengenali empat orang anggota Illuminati. Mereka kemudian ditangkap dan diinterogasi. Tetapi keempat ilmuwan itu tidak mengatakan apa-apa walaupun mereka disiksa.”

”Disiksa?

Robert mengangguk. ”Mereka dicap hidup-hidup di dada mereka dengan simbol salib.”

“Lalu?”

”Setelah itu para ilmuwan dibunuh dengan sadis, mayat mereka di buang di jalan-jalan Roma sebagai peringatan bagi yang lainnya supaya tidak bergabung dengan kaum Illuminati. Karena serangan gereja yang begitu gencar, anggota Illuminati yang masih tersisa akhirnya melarikan diri dari Italia.”

Robert berhenti sesaat. Dia memandang mataku seperti mencari sesuatu dibaliknya. ”Sejak itu, kaum Illuminati bergerak di bawah tanah dan mulai bergabung dengan para pelarian lainnya yang berusaha menyelamatkan diri dari aksi pembersihan yang dilakukan gereja. Mereka adalah para penganut aliran mistik, ahli kimia, pengikut ilmu gaib, dan orang-orang Yahudi…”

“Dan beberapa diantaranya adalah Yahudi-Muslim”. Lanjut Tuan Imajinasi.

“Yahudi Muslim, katamu? Yang benar saja”. Tanyaku heran beraduk penasaran. Aku benar-benar baru pertama kali mendengar istilah itu.

“Iya, muslim yang bukan muslim sungguhan. Mereka mata rantai dari kelompok Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam pada jaman Khalifah Utsman bin Affan untuk menciptakan konflik internal dalam tubuh kaum muslimin dengan menebar fitnah antara pengikut Ali dengan pendukung Muawiyah. Ibnu Saba’, nama lengkapnya Abdullah bin Saba’, adalah seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ia merupakan provokator yang berada di balik pemberontakan terhadap Khalifah Ustman bin Affan. Ibnu Saba’ melakukan semuanya itu didasarkan motivasi dirinya untuk meruntuhkan dasar-dasar Islam yang telah dipegang teguh oleh umat Islam. Niatnya masuk Islam hanyalah sebagai kedok belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Khalifah Ustman. Pengaruhnya, muncullah kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam seperti Mesir, Irak dan Madinah. Pengikut-pengikut kelompok Ibnu Saba’, si Yahudi-Muslim itu kemudian terus tersebar seiring dengan penyebaran Islam di wilayah Eropa. Tujuannya tetap sama; melemahkan kaum muslimin dari dalam.” Jelas Tuan Imajinasi.

“Maksudnya?”

“Yahudilah yang paling memahami bahwa; manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, Yahudi harus mewujudkan “hasrat alami” manusia ini. Hal ini disusupkan secara pelan-pelan pada sistem budaya, pendidikan, pemerintahan dan kekuasaan negeri-negeri muslim. Ketika kaum muslimin menjadi bejat dan perlahan-lahan menanggalkan aturan agamanya satu demi satu, itulah target mereka. Bagi mereka, Yahudi adalah ummat terbaik, dan untuk itu perlu menjadikan bangsa atau umat-umat lain sebagai pengikut. Dengan kata lain, untuk menjadi seorang Muslim-Yahudi atau Kristen yahudi, kalian tidak perlu murtad secara formal dari agama asalmu.”

Robert terlihat serius menyimak kalimat-kalimat Tuan Imajinasi. Namun tanpa komentar, Robert membali melanjutkan kisahnya tentang Illuminati.

“Selama bertahun-tahun, Illuminati menambah anggotanya. Sebuah Illuminati baru pun muncul. Kelompok Illuminati yang lebih gelap. Kelompok Illuminati yang sangat anti -Kristen. Mereka menjadi begitu kuat, mengadakan upacara -upacara misterius, kerahasiaan yang sangat tertutup, dan bersumpah untuk bangkit lagi pada suatu hari untuk membalas dendam pada Gereja Katolik. Kekuatan mereka berkembang sehingga gereja menganggap mereka sebagai suatu gerakan anti-Kristen yang paling berbahaya di bumi ini. Vatikan mengolok mereka sebagai persaudaraan Shaitan.”

”Shaitan?’

”Itu istilah dalam bahsa Inggris. Artinya ’musuh’ ... musuh Tuhan. Gereja sengaja memilih nama dari istilah Islam karena itu adalah bahasa yang mereka anggap kotor.” Langdon meneruskan dengan ragu- ragu. ”Shaitan adalah asal kata untuk kata bahasa Inggris ... Satan.”

Robert mondar-mandir dalam ruangan itu untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap hangat.
”Kelompok Illuminati memang memuja setan. Tetapi tidak dalam pengertian modern.” Robert lalu menjelaskan bagaimana umumnya orang menggambarkan para pemuja setan sebagai pemuja iblis. “Secara historis para pemuja setan adalah orang-orang yang terpelajar yang melawan gereja. Shaitan. Kabar angin tentang kekuatan gaib hitam, pengorbanan hewan dan ritual pentagram hanyalah kebohongan yang disebarkan oleh gereja sebagai kampanye kotor melawan musuh-musuh mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, para penentang gereja itu juga ingin menyamai kaum Illuminati. Kelompok itu mulai memercayai kebohongan yang disebarkan oleh gereja dan bertindak sesuai dengan apa yang mereka percayai. Maka, lahirlah kelompok pemuja setan modern”.

Aku berdehem. ”Itu semua sejarah kuno. Aku ingin tahu bagaimana simbol itu memproklamirkan eksistensinya dalam dunia modern kini” Desakku.

Robert Langdon menarik napas panjang. ”Simbol itu sendiri diciptakan oleh seorang seniman Illuminati yang tidak diketahui namanya pada abad keenam belas sebagai penghormatan bagi kecintaan Galileo akan simetri —semacam logo sakral Illuminati. Persaudaraan itu menjaga kerahasiaan simbol tersebut. Konon mereka berencana untuk memperlihatkannya hanya ketika mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk muncul kembali dan mewujudkan tujuan utama mereka.”

Aku mulai tidak mengerti. ”Tetapi kemunculan simbol itu di beberapa tempat menandakan persaudaraan Illuminati tetap ada, bukan?”

Robert Langdon mengerutkan keningnya. ”Menurut banyak ahli, itu tidak mungkin. Ada satu bab dari sejarah Illuminati yang belum kujelaskan.”

”Jelaskan padaku.” Suaraku terdengar tegas.
Langdon menghirup udara dingin sebelum melanjutkan dengan cepat. ”Penghapusan ajaran Katolik merupakan tujuan utama mereka. Persaudaraan itu yakin kalau dogma takhayul yang disebarkan oleh gereja merupakan musuh terbesar manusia. Mereka khawatir kalau agama terus menyebarkan mitos kesalehan sebagai kenyataan absolut, maka kemajuan ilmu pengetahuan akan terhenti, dan manusia akan musnah karena peperangan abadi di masa mendatang yang amat sangat konyol itu.”

”Seperti yang kita lihat saat kini”. Langdon mengerutkan keningnya. “Terorisme masih menjadi berita utama sampai sekarang. Keadilan masih seperti misteri planet Mars Tampaknya selalu ada kemiripan antara umat yang taat dengan pasukan yang siap berperang.

”Lanjutkan,” kataku.

Langdon mengumpulkan pemikirannya lalu melanjutkan. “Kaum Illuminati berkembang menjadi semakin kuat di Eropa dan mulai memandang Amerika sebagai pemerintahan yang belum berpengalaman. Banyak dari pemimpin bangsa Amerika adalah anggota kelompok Mason, seperti George Washington dan Benjamin Franklin. Mereka adalah orang-orang yang jujur, taat kepada Tuhan tapi tidak menyadari cengkeraman kuat Illuminati dalam diri mereka. Kaum Illuminati mengambil keuntungan dari penyusupan itu dan berhasil mendirikan bank, berbagai perguruan tinggi, dan membangun industri untuk mendanai tujuan utama mereka.” Langdon berhenti sejenak.

”Tujuan mereka adalah dunia yang bersatu, semacam konsep New World Order atau Tata Dunia Baru yang sekuler. Ya! Sekulerisme itulah yang diyakini oleh Illuminati sebagai jalan tengah antara gerja dan ilmuwan”

Aku tercengang. “Jadi sekularisme itu adalah hasil dari kompromi antara illuminati dengan gereja ortodoks?”

”Sebuah Tata Dunia Baru,” Langdon mengulangi, ”berdasarkan pencerahan ilmiah. Mereka menyebutnya Doktrin Luciferian. Gereja menegaskan bahwa Lucifer adalah sebuah kata yang mengacu pada setan. Tetapi persaudaraan itu menegaskan bahwa Lucifer berasal dari bahasa Latin yang berarti sang pembawa cahaya. Atau Illuminator.

Tuan Imajinasi mendesah, tetapi tak lama setelahnya menjadi tenang. ”Pak Robert, duduklah.”
Robert duduk di atas sebuah kursi yang membeku karena suhu sangat dingin. Tuan Imajinasi menggeser kursinya agar dapat lebih mendekat. Akupun menggeser kursi tempat aku duduk. Sebuah siku-siku segi tiga menjadi bentuk formasi kami bertiga.

”Aku tidak yakin kalau aku memahami semua yang baru saja kamu katakan padaku, Pak Robert. Lucifer?” Lirihku.

“Iya, aku memahaminya. Menemukan bukti ilmiah tentang Illuminati sepertinya memang tidak mungkin.” Desis Robert.

Alis Tuan Imajinasi naik. ”Apa maksud Anda? Anda tidak mau—”
Robert terdiam. Aku sendiri cukup familiar dengan kata Lucifer itu. Seorang kawanku, aktivis komunis Rusia, berkali-kali memberiku informasi tentang istilah ini.

“Konspirasi global jaringan the Luciferians Internasional sudah puluhan tahun menggarap Indonesia untuk dipecah belah menjadi 17 negara merdeka. Dimulai lepasnya Propinsi Timor Timur, Penguatan Otonomi Daerah, pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua secara rutin setiap tanggal 1 Desember, kemenangan rakyat Aceh yang menempatkan calon Independen dari GAM menjadi Gubernur, penguatan eksistensi RMS hingga tampil mengibarkan bendera di depan presiden RI pada acara Hari Keluarga Nasional 27 Juli 2007 di Ambon, dan lain-lain. Begitu data yang ada pada kami, Tuan Imajinasi”. Kata Robert.

“Data anda sedikit subyektif. Aceh punya latar belakang sejarah yang berbeda” Koreksiku. Dan seolah tidak terlalu menarik data Robert, Tuan Imajinasi berpaling padaku dan menanyakan sesuatu. Suaranya setengah berbisik, nyaris tak terdengar oleh Robert. “Bukankah pola seperti itu juga yang mereka lakukan pada Khilafah Utsmani Turki sebelum tahun 1924 itu?”

“Ya, konspirasi berhasil memisahkan persudaraan bangsa Arab dan bangsa Turki lewat propaganda sentimen nasionalisme”. Jawabku.

“Bukan hanya sebatas itu. Bahkan Illuminatilah yang kemudian menyiapkan pemimpin di kedua
bangsa itu. Mustafa Kamal untuk Turki dan Ibnu As-Saud untuk bangsa Arab”. Sambung Robert. Rupanya ia mendengar bisik-bisik kami.

“Bukannya Inggris dan Prancis?” Tanya Tuan Imajinasi.

”Tuan Imaji,” Langdon mencondongkan tubuhnya ke arah Tuan Imajinasi dan merasa tidak yakin bagaimana membuatnya mengerti tentang hal yang akan dikatakannya. ”Aku memang belum menyelesaikan penjelasanku. Tapi aku sangat yakin kalau Illuminati itu memang ada meski keberadaan mereka sudah tidak dapat dibuktikan sejak lebih dari setengah abad yang lalu, serta hampir semua ilmuwan Amerika sepakat kalau Illuminati sudah bubar sejak lama, aku tetap percaya. Kelompok Illuminti itu masih ada.”

Kata-kata ilmuwan Harvard itu membuatku gembira. Keyakinanya akan Illuminati sama dengan keyakinanku tentang konspirasi.

”Simbol,” kata Langdon, ”menurut para ahli tidak dapat memastikan keberadaan si pencipta simbol yang asli.”

”Apa maksud Anda?”

”Ketika filosofi terorganisir seperti Illuminati itu punah, simbol mereka akan tetap ada dan dapat digunakan oleh kelompok lain. Itu disebut transfer simbol. Hal itu sangat biasa dalam dunia simbologi. Nazi mengambil lambang swastika dari agama Hindu, orang-orang Kristen mengambil bentuk salib dari bangsa Mesir”.

Ketika aku mengetik kata Illuminati pada google search di handphone ku, aku menemukan banyak sekali referensi baru. “Sepertinya masih banyak orang yang berpikir kalau kelompok ini masih aktif.” Kataku.

“Itu hanya para penggemar teori konspirasi,” sahut Robert. la selalu terganggu oleh teori konspirasi berlebihan yang beredar di dalam budaya pop modern. Media menampilkan berita utama yang mengejutkan, dan dengan sok tahu membuat berita kalau Illuminati masih ada dan mampu mengelola Tata Dunia Baru dengan baik. New York Times pernah melaporkan tentang hubungan antara kelompok Mason dengan beberapa orang terkenal, seperti Sir Arthur Conan Doyle, Duke of Kent, Peter Seller, Irving Berlin, Prince Phillip, Louis Armstrong dan beberapa pengusaha dan bankir terkenal lainnya”.

”Tapi ada satu penjelasan yang jauh lebih masuk akal. Mungkin saja ada organisasi lainnya yang mengambil alih lambang Illuminati dan menggunakannya untuk tujuan mereka sendiri.”

”Justru sebaliknya. Hampir seluruh organisasi merasa telah bekerja untuk tujuannya sendiri, tetapi jarang menyadari bahwa konspirasi ada didalam mereka dan telah membelokkan tujuan mereka menjadi tujuan Illuminati.”

“Anda yakin seperti itu Tuan Robert?”

“Hampir”

“Termasuk kelompok-kelompok Teroris?

“Bahkan merekalah yang membentuk kelompok-kelompok teroris itu”

“Aku rasa tidak.” Sela Tuan Imajnasi. “Kelompok Illuminati mungkin saja ingin menghilangkan agama, tetapi mereka menjalankan tidak dengan kekerasan melainkan melalui sarana politis dan keuangan, bukan melalui tindakan terorisme.” Robert terdiam. Tuan Imajinasi terlihat antusias menunggu jawaban Robert.

“Dalam sebuah dokumen rahasia Yahudi yang dikenal dengan Protocol Zion, beberapa point jelas-jelas menulis bahwa perang dan terror adalah bagian dari agenda mereka. Bukan begitu, Pak Robert?” Aku mengambil alih, ingin meyakinkan Tuan Imajinasi.

Robert Langdon terlihat sedikit kaget. “Anda punya bocoran itu, Pak Muslim?”

“Hmm, kebetulan Pak Robert” Jawabku sedikit enteng. Dalam hatiku tertawa. Dia masih memanggilku Pak Moslem. Sejak menyentil logo Dollar AS tadi, intuisiku berkata bahwa ada ketidak senangan dari orang Harvard ini. Aku memaklumi. Bagaimanapun, rasa superioritas orang Amerika tentu kurang lebih sama, tak peduli ia seorang ilmuwan. Rasa nasionalismenya akan muncul manakala Negaranya dipojokkan. Apalagi jika menyangkut boroknya yang mereka yakin negara-negara yang dianggap jajahannya seperti Indonesia, tidak mengetahuinya. Aku tak peduli. Biar saja ia berusan dengan Tuan Imajinasi.

“Cepat katakan, kawan! Aku ingin mendengarnya”. Tuan Imajinasi mulai sedikit provokatif. Aku faham maksudnya.

“Baik. Beberapa diantara agenda itu adalah: Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak sehingga memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi konspirasi untuk menguasainya. Perang yang dikobarkan konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini. Dan pemerintahan bentukan konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan konspirasi. Tidak bisa lain. Konspirasi……”.

“Cukup, Pak Muslim” Potong Robert tiba-tiba. “Selebihnya aku sudah tahu”. Lanjutnya.
Aku memahami kenapa Robert tak ingin aku melanjutkannya. Beberapa point yang aku sebutkan itu tak lain adalah strategi-strategi terselubung yang telah dimainkan Amerika serikat dalam paket-paket kebijakan luar negerinya.

Dahi Tuan Imajinasi berkerut. Ia terlihat tak suka pada sikap Robert. “Mr. Robert! Kita telah bersahabat cukup lama. Kau adalah satu-satunya Ilmuwan Amerika yang aku kenal obyektif dan jujur. Katakan padaku apa yang katamu sudah tahu itu”.

Suara Tuan Imajinasi meninggi. Karakter mengintimidasi seperti ini adalah ciri khasnya dalam setiap diskusi. Positifnya, ia sendiri memang sangat sportif dan terbuka.

“Baik, sahabatku,” Robert tersenyum dipaksakan. “Pada point tiga belas menyatakan, konspirasi akan menguasai opini dunia. Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan 1000 orang non-Yahudi sebagai balasannya. Point delapan belas, terorisme harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi ini. Point sembilan belas, konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga ditingkat internasional. Dengan demikian, konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar”. Robert kembali diam. Nampaknya ia sedang memikirkan sesuatu. Dan tanpa disadarinya, ia tidak lagi menggunakan kata Illuminati tetapi konspirasi
.
“Ayo, sahabat.. katakan semuanya” Desak Tuan Imajinasi. Robert tampak kikuk, dan aku yang melanjutkannya.

“Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia. Dengan demikian, penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan”.

“Caranya?”

“Meletuskan perang lalu memberi atau menjual senjata yang paling mematikan pada mereka. Cara ini diyakini akan mempercepat penguasaan suatu negeri yang tinggal dihuni oleh fakir miskin, dan sebuah rezim terselubung akan muncul setelah konspirasi berhasil melaksanakan programnya”

“Jika cara itu berhasil?”

“Pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung-jawab atas terjadinya kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka. Krisis ekonomi yang akan sengaja dibuat memberikan hak baru kepada konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan”.
Aku memperhatikan, raut muka Robert sedikit memerah. Dalam hatiku berkata. Maaf, aku menghapal luar kepala ke dua puluh lima point itu. Meski tidak kusebutkan semuanya. Aku hanya menyebutkan point-point yang terkait dengan perang. Agenda satu abad yang dibuat pada tahun 1930 ini ditargetkan akan tercapai semuanya pada tahun 2025 nanti. Lima tahun sebelum genap 100 tahun. Secara garis besar, ada tiga langkah besar yang mereka gunakan. Menguasai Media, menguasai lembaga-lembaga keungan dunia semisal IMF dan bank-bank raksasa, dan Menguasai Perdagangan senjata.

Robert Langdon mulai salah tingkah. Namun sebagai seorang Profesor yang sudah terbiasa menghadapi multi diskusi, Mr. Robert segera mampu mengembalikannya seperti sedia kala. Genius, hangat, dan super simpatik. Dan sejelek-jeleknya tabiat Tuan Imajinasi padaku, khususnya dalam hal arogansi intelektualnya ketika diskusi empat mata denganku, aku tahu, ia belum sekalipun mengecewakanku ketika berhadapan dengan kaum liberalis. Ia adalah teman spesial terbaik untuk hal satu ini.

ooOoo

Matahari musim semi mulai terbenam di balik Basilika Santo Petrus, dan bayangan besar gereja tersebut membentang dan menelan piazza di hadapannya. Ketika kami bermaksud pamit, tiba-tiba Pak Robert memanggilku. “Mr. Inkart” Kali ini ia menyebut namaku. Ia tidak lagi memanggilku dengan Mr. Moslem. “Bisa anda menjelaskan pesan apa yang ingin disampaikan presiden anda pada dunia dengan diplomasi meja makannya?” Aku terdiam. Aku tak langsung bisa menebak jawaban apa yang Robert inginkan. Aku lalu sedikit membungkuk sembari menyentuh lengan Robert. “Maaf, Mr. Robert, boleh aku tidak bicara apa-apa tentang politik di negeriku?”

“Hehe, tak masalah Mr. Inkart. Aku hanya tergelitik dengan Mie Pangsit yang dibawa oleh si Ibu gempal itu”. Aku faham apa maksud Mr. Robert tetapi aku tetap tak tergoda menanggapinya.
Ketika kami melintasi tempat terbuka yang luas di Lapangan Santo Petrus, Mr. Robert mengajak kami berbelok hingga kami meyaksikan karya-karya para seniman besar yang menandai puncak kejayaan Reneissance.

Robert Langdon, sahabat Tuan Imajinasi itupun mulai bercerita banyak tentang kebangkitan dunia barat.

“RENAISSANCE berasal dari bahasa Perancis yang berarti "lahir kembali" Jadi, dengan kata lain Renaissance sebenarnya adalah lahirnya kembali orang Eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi Kuno yang ilmiah dan rasional. Pencetus Renaissance adalah para humanis, yaitu orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang pemikiran dan budaya klasik Yunani dan Romawi”. Papar Robert penuh antusias.

“Pertanyaannya, pengaruh dari peradaban manakah sehingga pengetahuan Yunani dan Romawi kuno itu dapat mengemuka kembali”. Akupun meresponnya tak kalah antusias.

“Aku tahu kemana arah pertanyaan anda. Jujur saja, meski rekan-rekan sejarawan barat lainnya berusaha menyamarkannya, tapi aku tak bisa seperti mereka. Islamlah yang memicu kebangkitan itu” Jujur Robert.

“Sebelum Renaissance, bangsa Eropa mengalami jaman kegelapan atau The Dark Age. Dalam jaman itu gereja berkuasa mutlak, ajaran gereja menjadi sesuatu yang tidak boleh dibantah. Pada saat yang sama, bangsa-bangsa lain justru sedang berada dalam puncak peradabannya dibawah sistim pemerintahn Islam.

“Adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak gereja yang sudah sangat melampaui batas telah menyebabkan terjadi reformasi gereja. Bukan begitu, pak Robert?”

“Anda betul. Tokoh-tokoh seperti Martin Luther, Johannes Calvin, Erasmus Desiderius, Zwingli, John Knox, John Wycliff sangat berperan penting dalam reformasi gereja. Reformasi gereja menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran individual akan pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu, keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap kekuasaan”.

“Dan pengaruhnya sangat spektakuler melanda negeriku, Tuan Robert. Anda tahu, aktifis-aktifis muslim liberal di negeriku kini juga sedang berjuang melegalkan pernikahan sejenis”. Kata Tuan Imajinasi tiba-tiba setelah lama terdiam.

Robert tertawa. Tuan Imajinasi berhasil membangun sebuah keterbukaan yang jujur antara kami bertiga. “Renaissance yang bermula di Itaia kemudian menyebar ke berbagai negara Eropa lainnya. Negara Eropa pertama yang mendapat pengaruh renaissance Italia ialah Jerman. Adanya kekaguman terhadap renaisans Italia telah mengundang banyak raja dan penguasa Eropa untuk mengambil istri dari penguasa Italia. Seperti yang dilakukan oleh raja Hungaria dan Polandia serta kaisar Jerman dan Prancis yang menikahi putri-putri dari penguasa Italia.”

“Anda bukan melecehkan para aktivis liberal negeriku karena sama sekali tak ada hubungan geneologis dengan ningrat-ningrat Italia itu, bukan?” Goda Tuan Imajinasi.

“Begini,” Kata Robert. “Umumnya ketika pindah ke negeri suami-suami mereka, putri-putri tersebut membawa pengiring dan pelayan. Para pelayan itu kebanyakan adalah para artis, seniman, dan cendikiawan humanis. Para pelayan itulah yang secara tidak langsung menyebarkan virus Reinassance ke wilayah-wilayah Eropa lainya, khususnya tempat sang permaisuri-permaisuri itu berdomisili”.

“Hubungannya dengan negeri kami?” Serempak aku dan Tuan Imajinasi bertanya.

“Kuat kemungkinan, inspirasi Renaissance para aktivis secular liberal negeri kalian itu diperoleh dari para seniman atau cendekiawan keturunan para pelayan putri-putri raja tadi”. Mimik Robert tampak serius.

“Artinya?”

“Demi uang adalah lumrah jika watak pelayan itu masih melekat pada mereka. Menjilat dan merangkak dibawah pantat majikan, tetapi..”

“Tetapi apa, Mr. Robert?”

“Congkak dan merasa lebih pintar kerena menganggap bahwa sekulerisme itu sesuatu yang hebat”’.

oooOooo

Cuaca dingin Roma membuatku benar-benar menggigil, Otakku yang belakangan ini selalu panas setiap kali melihat berita di Metro TV juga terasa mulai dingin. Ketika mobil yang kami tumpangi kembali memasuki area hotel Bernini lalu sesaat setelahnya seorang perempuan cantik ramping telah berdiri di depan loby melambai-lambaikan tangannya. Aku tahu bahwa wanita itu adalah Victoria, kekasih Mr. Robert.

“Mari silahkan masuk, Tuan-Tuan. Kami telah menyiapkan segala sesuatunya”.

Suara Victoria menggetarkan hatiku. Aku tahu aku lemah dalam hal satu ini. Sambil berjalan, Victoria terus menyamankanku dengan basa-basi manja berkelasnya, aku mulai terbuai dan terus mengikut saja kemana ia melangkah. Aku tak melihat lagi keberadaan Mr. Robert, pun Tuan Imajinasi. Ah, bodoh amat, aku terus berjalan di sisi Victoria. Sebuah ruangan penuh bunga berwarna-warni mulai tampak di balik mini bar yang kami lalui. Viktoria kini manggamit lenganku. Tarikannya cukup terasa walau pelan, semakin lama kekuatan tarikan itu semakin terasa….

Pak! Pak! Bapaaaakk!! Bangun...sudah siaaaang! Antarka ke sekolah!!

Aku mengucek-ngucek mataku. E’laksyiimpe'nale! Rupanya Si Giang, anak laki-laki sermata wayangku yang baru kelas 3 sekolah dasar itu, terus menarik-narik selimutku dan mengguncang-guncang tubuhku dengan keras.

Jumat, 24 Juni 2016

Doa

Mari berdoa bersama.....

Ya Allah, inilah pengakuan hamba. Hamba sering sekali melakukan dosa yang tidak seorangpun mengetahuinya. Hamba malu jika itu terlihat orang lain. Hamba takut jika citra baik hamba terjatuh lantaran seseorang atau banyak orang mengetahuunya.

Ya Allah, betapa hinanya diri ini. Lebih malu dan lebih takut pada sesama manusia daripada kepada-Mu. Padahal Engkau maha melihat. seluruh yang hamba sembunyikan. Padahal Engkau maha mengetahui tentang apapun yang hamba rahasiakan.

Ya Allah, betapa khianatnya diri ini. Menggunakan segala fasilitas-Mu untuk melakukan dosa terhadap-Mu. Dosa yang kusembunyikan, dosa yang kulakukan tanpa seorang pun melihat dan mengetahuinya.

Ya Allah, sungguh hamba telah mendzalimi diri hamba sendiri. Jika bukan dengan ampunan-Mu ya Allah, sungguh hamba tidak bisa lepas dari lingkar kedzaliman ini.

Ya Allah, ampunkan hamba-Mu yang munafik ini.Terimalah rasa malu, rasa takut dan rasa sesal ini.

Ya Allah, hamba bermohon terimalah taubat hamba. Berikanlah cahaya bagi hati hamba untuk bisa mencintai-Mu. Cinta yang tidak mendua. Cinta yang sebenar-benarnya cinta.

Sabtu, 26 Desember 2015

KISAH HARI MINGGU



Tiap negara memiliki hari libur sendiri. Misalnya di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, hari Jumat dipilih sebagai hari libur. Alasannya, Hari Jumat adalah hari baik untuk beribadah bagi ummat Muskim. Begutpun dengan bangsa Yahudi di Israel. Mereka menetapkan hari Sabtu sebagai hari libur lantaran hari Sabtu merupakan hari ibadah bagi mereka.



Lalu, mengapa di Indonesia yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia menjadikan hari Minggu yang harivberibadahnya umat Nasrani sebagai hari libur?



Ceritanya begini. Dahulu, bangsa Romawi Kuno yang berpusat di Italia meguasai banyak negara di Eropa. Wilayah kekuasaan mereka sampai ke Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, dan lainnya. Nah sejak masa itu, bangsa Romawi Kuno sudah memiliki keyakinan bahwa hari Minggu merupakan hari yang baik untuk beribadah. Mereka pun meliburkan segala aktivitasnya pada hari itu.

Bangsa Romawi juga memiliki kebiasaan selalu menandai hari Minggu dan hari penting lainnya dengan menggunakan warna merah. Pengaruh ini kemudian menyebar pula ke wilayah-wilayah kekuasaan bangsa Romawi tadi. Diantaranya adalah Portugis dan Belanda.

Portugis lalu disusul Belanda kemudian menjajah dan menguasai Indonesia selama berabad-abad. Sejak saat itu, hari Minggu pun ditetapkan sebagai hari libur bagi pekerja Indonesia, dan terus berlanjut hingga hari ini.


Adapun kata minggu, itu diambil dari bahasa Portugis, Domingo (dari bahsasa Latin dies Dominicus, yang berarti hari Tuhan kita). Dalam bahasa Melayu lama, kata ini dieja sebagai Dominggu. Baru sekitar akhir abad ke-19 danawal abad ke-20, kata ini dieja sebagai Minggu.

Hari Minggu ini pun kemudian oleh International Organization for Standardization ISO 8601 pada tahun 1988, ditetapkan sebagai hari ketujuh dalam seminggu. Sejak itulah metode penanggalan dan hari dimulai.

Saya hanya mau bilang bahwa hari Minggu sebagai hari libur itu adalah bukti bahwa Bangsa Indonesia ini memang sangat menghormati penjajah. Kedua, fakta ini juga merupakan bukti nyata bahwa ummat Islam Indonesia adalah ummat yg paling toleran di muka bumi ini.

So, yakinlah hey saudara-saudaraku sebangsa dan se tanah air. Issu terorisme Islam itu hanyalah politik busuk negara-negara penjajah belaka. Sebuah intrik yg didesain begitu sistematis dan jauh lebih canggih dari sandiwara pemburu rente freeoort untuk mendiskreditkan Islam.

Agar apa?

Agar mereka punya kambing hitam dari upayanya untuk terus menciptakan perang sehingga industri senjata dan alat-alat perang mereka terus menerus laku terjual. Juga, bagaimana agar issu teroris itu menjadikan negeri-negeri muslim yg notabene adalah ladang terbesar minyak dunia terus berada dalam genggaman mereka oleh karena selalu merasa dalam bahaya sehingga merasa perlu bekerjasama dengan mereka. Dengan atau tidak melalui penguasa-penguasa setempaat. Para penguasa boneka ciptaan mereka.

Maka sekali lagi, khususnya saudara-saudaraku non muslim, percayalah bahwa, ummat muslim itu adalah ummat terbaik dalam hal toleransi. Jika masih mau bukti, lihatlah nanti pada perayaan tahun baru masehi kalian.

Lihatlah siapa-siapa saja yg paling larut didalam merayakan hari raya kalian itu.

Kalau bukan orang Islam siapa lagi??

Perhatikanlah siapa diantara mereka yg paling banyak minum arak dan bermain seks bebas. Amatlah secara saksama.

Hmm, kalian sendiri? Kalian tidak pernah mau ikut merayakan tahun baru Hijriah Islam, bukan??

Rabu, 27 Mei 2015

Sukakah engkau pada sepi??


Sepi kerap kali merefleksi apa yang pernah terjadi dan bukan memproyeksi apa yang akan terjadi. Sepi hanya menghadirkan rindu dan haru. Kata siapa rindu itu tidak sakit?

Aku tak suka sepi...
Tetapi sepi...tetapi sepi pulalah yang kerap membangunkanku dari lelap lalu lalang kemarin, hari ini dan esok itu.
Ialah yang kerap mengguncang-guncang inspirasiku untuk berwudhu dan istikharah.

Ia selalu berteriak:
Hey lelaki, bangun!! Lihatlah betapa dunia dan akhirat sama-sama cantik dan merangsang.
Masihkah engkau dewasa?

Dunia betapa sempurna telah telanjang dan mengangkang. Lihatlah betapa matanya memandangmu penuh birahi.
Mungkin hanya butuh sedikit gerakan khusus agar terpasti orgasme yang paripurna, bukan?

Dan akhirat??
Duhai.......tubuhnya memang tersembunyi. Memang tak tampak menantang seperti dunia.
Tetapi amatilah dengan seksama. Ia tidaklah terlindung oleh tebal tinggi beton baja, bukan?
Otakmu cukup cerdas memvisualisasikan lekuk-lekuk khuldy yang tengkurap tengadah pasrah dibaliknya itu, bukan?
Bukankah hanya hijab sutra tipis yang menghalangi matamu menembus keindahannya?
Maka hey!! Keluarkanlah ramuan imajinasi terhebatmu lalu tuangkanlah pada titik-titik imanmu yang mulai mengering. Aku tahu engkau sedang gamang, katanya.

Ingin sekali. Tetapi bagaimana ku menyatukan keduanya dalam satu ranjang pengantinku?

Tidak mungkin. Engkau mesti memilih hanya satu dari keduanya. Engkau harus bertindak berani tetapi tepat sekaligus. Sebab ini hanya soal moment. Hanya masalah lambat atau cepat.

Sungguh-sungguhkah tidak mungkin? Seperti mau mati harapku.

Sepi tak menjawab. Ia hanya diam. Ia kehabisan aksara.

Angin bertiup pelan. Tiba-tiba ada suara lain berteriak dalam diamnya.

"Mungkin!! Kenapa tidak?? Semua telah tertulis didalam kitab sucimu"

Suara siapakah itu? Kembali sepi sebenar-benarnya sepi.

Kujawab sendiri: Itu adalah suara Iblis dari alam bawah sadarnya. Kali ini ia jujur.

Senin, 23 Februari 2015

Cara Khilafah Menyejahterakan Rakyatnya



Oleh: Hafidz Abdurrahman

Tiap individu rakyat, di manapun dia hidup; apakah di dalam Negara Khilafah atau negara kafir, mempunyai kebutuhan yang sama. Kebutuhan akan sandang, papan, pangan, juga kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Kebutuhan-kebutuhan ini dimiliki oleh tiap individu, baik Muslim maupun non-Muslim; pria maupun wanita. Karena itu, kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar tiap warga negara yang wajib dijamin oleh negara. Bahkan, terpenuhi dan tidaknya kebutuhan-kebutuhan dasar ini juga bisa menjadi indikator, apakah kehidupan rakyat negara tersebut bisa dikatakan sejahtera atau tidak.

Hanya saja, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar ini, Islam mempunyai mekanisme dan sistem. Mekanisme dan sistem ini kemudian diimplementasikan dengan konsisten, baik oleh individu, masyarakat maupun negara, sehingga kemakmuran yang dicita-citakan itu pun benar-benar terwujud.

Mekanisme Ekonomi

Memang benar, bahwa seluruh kebutuhan dasar tiap rakyat negara Khilafah dijamin oleh Islam, di mana setiap orang dipastikan bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya, satu per satu. Karena itu, jaminan ini telah ditetapkan oleh Islam sebagai kebijakan ekonomi (economic policy) negara Khilafah, baik dalam bentuk mekanisme ekonomi maupun non-ekonomi. Kebijakan itu, antara lain:

1- Negara mewajibkan setiap laki-laki, baligh, berakal dan mampu untuk bekerja. Dengan bekerja, dia bisa memenuhi kebutuhan dasarnya, baik sandang, papan maupun pangan. Dengan bekerja, dia bisa memenuhi kebutuhan dasar orang-orang yang menjadi tanggungannya. Jika dia telah bekerja, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka dia harus tetap berusaha melipatgandakan usahanya, hingga seluruh kebutuhan dasarnya itu bisa terpenuhi.

2- Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, jika dia termasuk orang yang wajib bekerja dan mampu. Bisa dengan memberikan sebidang tanah pertanian untuk bertani, bagi yang tidak mempunyai tanah. Bisa dengan memberikan modal pertanian, bagi yang mempunyai tanah, tetapi tidak mempunyai modal. Bisa juga memberikan modal usaha, bagi yang mempunyai kemampuan, tetapi tidak mempunyai modal. Bisa juga memberikan pelatihan dan pembinaan, sehingga dia bisa mengelola hartanya dengan benar, dan memenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik. Termasuk pelatihan ketrampilan dan skill yang dibutuhkan, baik di dunia industri, bisnis, jasa maupun perdagangan.

3- Jika faktor yang pertama dan kedua di atas, yang nota bene merupakan mekanisme ekonomi, tidak berjalan, maka negara Khilafah bisa menempuh mekanisme non-ekonomi. Khususnya bagi anak-anak telantar, orang cacat, orang tua renta dan kaum perempuan yang tidak mempunyai keluarga. Terhadap mereka, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan dengan mereka untuk membantu mereka, bisa melalui skema sedekah, zakat dan infak. Jika ini tidak ada, maka negara akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan, sehingga mereka bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik.

4- Mekanisme non-ekonomi yang tidak kalah pentingnya adalah punishment. Bagi tiap laki-laki, baligh, berakal dan mampu bekerja, tetapi tidak bekerja, atau bekerja dengan bermalas-malasan, maka negara akan menjatuhkan sanksi, dalam bentuk ta’zir. Demikian juga, bagi setiap individu yang berkewajiban menanggung keluarganya, tetapi tidak melakukan tanggung jawab tersebut dengan baik dan benar, maka negara pun akan menjatuhkan sanksi. Begitu juga, ketika ada orang kaya yang berkewajiban untuk membantu tetangganya, tetapi abai terhadap kewajiban tersebut, maka negara bisa memberikan peringatan kepada mereka. Termasuk, ketika negaranya sendiri lalai dalam mengurus kebutuhan rakyatnya, maka para pemangku negara harus diingatkan.



Sistem dan Kebijakan Ekonomi


Mekanisme ekonomi dan non-ekonomi di atas tentu belum cukup untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu, Islam menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan tersebut. Sistem ekonomi ini tercermin pada tiga aspek:

1- Kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi, umum dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariah, sehingga bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, lahan pertanian, sebagai milik pribadi, tidak bisa dinasionalisasi. Sebagaimana kepemilikan umum, seperti minyak, gas, tambang batu bara, dan lain-lain, tidak bisa diprivatisasi, atau dimiliki oleh negara. Karena masing-masing telah diatur dan ditetapkan kepemilikannya oleh syariah.

2- Pemanfaatan kepemilikan (tasharruf), baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan, harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut. Karena hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Sebagai contoh, harta milik pribadi, bisa digunakan untuk pemiliknya, tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka. Sebaliknya, harta milik umum, bisa dimanfaatkan oleh pribadi, karena izin yang diberikan oleh syariah kepadanya.

3- Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan, bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari masalah ekonomi. Jika distribusi kekayaan tersebut mandeg, pasti akan menimbulkan masalah ekonomi. Sebaliknya, ketika distribusi kekayaan ini lancar, hingga sampai ke tangan individu per individu, maka dengan sendirinya masalah ekonomi ini pun teratasi. Karena itu, Islam melarang dengan tegas menimbun harta, emas, perak dan mata uang. Itu tidak lain, agar harta tersebut berputar di tengah-tengah masyarakat dan bisa menggerakkan roda perekonomian.



Sistem ini kemudian ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal, untuk memastikan dua hal: produksi dan distribusi dengan baik dan benar.

1- Produksi: Untuk memastikan agar produksi domestik negara Khilafah tinggi, dan bisa memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya, maka kebijakan negara terkait dengan sumber perekomian benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Sumber tersebut meliputi: (1) Pertanian; (2) Perdagangan; (3) Industri; (4) Jasa. Dalam hal ini, negara akan memastikan seluruh sumber tersebut benar-benar bisa menghasilkan barang dan jasa, sehingga bisa menjamin produksi, konsumsi dan distribusi masyarakat. Itulah mengapa, negara menetapkan larangan menyewakan lahan pertanian, atau membiarkan lahan pertanian tidak dikelola lebih dari 3 tahun. Negara juga melarang praktik riba dalam perdagangan karena bisa merusak perekonomian. Negara juga memastikan, industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola oleh swasta, baik domestik maupun asing. Ini juga untuk menjamin tingkat produksi demi menjamin kemakmuran rakyatnya. Begitu seterusnya.

2- Distribusi: Dengan tingkat produksi yang tinggi, tinggal satu yang harus dipastikan oleh negara, yaitu terdistribusikannya barang dan jasa tersebut dengan baik di tengah-tengah masyarakat, sehingga tiap kepala bisa dipastikan telah terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya.



Begitulah cara Negara Khilafah menyejahterakan rakyatnya, dengan mekanisme ekonomi dan non-ekonomi, termasuk sistem dan kebijakan ekonomi yang ideal. Wallahu a’lam.

Minggu, 22 Februari 2015

CINTAKU ORDE BARU




Namaku Anita. Umurku 39 Tahun, tinggal di kota Bogor. Alhamdulillah saya dikaruniahi rumah tangga yang bahagia. Saya sangat bahagia dan nyaris tak kekurangan apapun. Dalam segala hal, saya dan suamiku selalu saling jujur dan terbuka. Satu-satunya yang sampai hari ini belum bisa saya jujur padanya adalah bahwa saya diam-diam masih mencintai seorang lak-laki lain. Saya masih sangat merindukannya. Hingga suatu masa……………

Ceritanya begini:

Saya dan laki-laki lain yang saya maksud itu adalah sama-sama jurnalis kampus pada kampus kami masing-masing. Dinamika pergerakan mahasiswa menggiring kami saling kenal. Kami lalu saling jatuh hati. Sangat saling cinta. Namun karena suatu keadaan yang tidak memungkinkan, tiba-tiba saja kami berpisah dan kurang lebih 15 tahun tak pernah lagi ada kabar berita.

Kami berpisah tak lama setelah terpilihnya kembali pak Harto pada pemilu 1997.

Pasca reformasi, Tahun 1999 saya masih sempat membaca sebuah tulisan cerpennya di sebuah koran harian Jakarta. Cerpen itu bercerita tentang kisah cinta kami yang amat rumit akibat situasi pergerakan mahasiswa di Jogja kala itu.

Dia lelaki tampan, aktivis sejati. Seorang Idealis tulen. Namanya Abraham, kupanggil dia Mas Bram.

Suatu hari saya bermaksud berkunjung kerumah ayah di sebuah desa yang cukup jauh dari kotaku. Jika perjalanan lancar biasanya jarak tempuh dari kotaku ke desa itu membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam. Dalam perjalanan ini, bus yang kutumpangi terpaksa jalan memutar karena jalan poros yang biasa dilaluinya terhadang oleh demo besar-besaran. Dimana-mana mahasiswa menuntut pembatalan kenaikan bbm.

Masya Allah, setelah satu jam lebih perjalanan, betapa bergetarnya hatiku ketika bus itu melewati sebuah rumah tua yang masih begitu akrab dalam kenanganku. Sungguh tak pernah kubayangkan sebelumnya.

Ya! Tidak salah lagi itu adalah rumah orang tua Mas Bram. Lelaki yang bertahun-tahun pernah bersamaku dalam suka dan duka.

“Pak, pak! Saya turun disini saja”.

Tanpa fikir panjang tiba-tiba saja saya meminta pak sopir untuk berhenti.

Didepan pintu rumah tua itu, beberapa menit saya sempat mematung. Sekilas terbayang wajah teduh suami dan canda tawa anak-anakku dirumah. Ya Allah! Bimbing dan lindungi hambamu ini!

Saya lalu mengetuk pintu beberapa kali.

“Assalamu alaikum, assalamu alaikum!!

Seorang ibu tua lalu muncul membuka pintu. Diamatinya sekujur tubuhku sambil keningnya berkerut. Mungkin mencoba mengingat-ingatku.

“Ka..ka..mu Anita??

“Iya bu, saya Nita” Langsung saja kuraih tangan ibu tua itu, kucium, dan kupeluk. Air mataku tak terbendung. Sungguh kuharu rasanya dengan pertemuan ini. Belasan tahun lalu, baru kali ini lagi bisa berjumpa. Ibu tua ini, serasa seperti dengan ibu kandungku. Kasih sayangnya padaku tak bedanya seperti pada anaknya sendiri.

Lama saya hanya terdiam. Lidahku benar-benar kaku. Air mataku juga tak henti menganak sungai. Kenangan itu satu demi satu berloncatan seperti baru kemarin sore saja rasanya.

“Dia masih seperti dulu, di kepalanya hanya negara dan negara. Dia tidak mau menikah. Waktu ibu desak, katanya dia tidak mau menikah karena sudah pernah janji sama kamu, Dia masih menunggumu, Nak!” Ibu Mas Bram yang mulai bicara.

Tubuhku lunglai. Saya tahu betul bagaimana komitnya lelaki itu jika telah berjanji. Andai bisa, sungguh ingin rasanya kuputar waktu. Di kursi kayu antik tempat ibunya duduk saat ini, disitulah dulu Mas Bram selalu duduk sembari membakar semangatku dengan fatwa-fatwa pergerakannya.

“Dik! Saya kurang setuju dengan pola Amin Rais. Reformasi terlalu lambat!” Katanya penuh semangat.

“Tapi yang dilakukan Bang Bintang itu juga konyol, Mas. Soeharto terlalu kuat, Nita takut Mas! Tulisan-tulisanmu di media sudah terlalu garang. Nita tidak mau Mas Bram bernasib sama dengan anak-anak PRD itu, entah bagaimana nasib mereka kini. Mungkin sudah mati”

Nadaku memelas. Saya benar-benar merasa cemas jika nasib naas sewaktu-waktu akan menimpa lelaki yang sangat kusayangi itu.

“Hehe, mati katamu? Diculik atau tidak, itu hanya soal nasib buruk dan baik. Semua telah tertulis dilangit sana, bukan?” Suara mas Bram santai tapi tegas.

“Ketahuilah dik! Pergerakan tidak akan pernah mati. Ia akan selalu tumbuh di setiap tirani, sebab yang menggerakkannya adalah nur, cahaya dari langit. Lanjutkan tulisanmu itu dik, kita memang tidak bisa hanya mengandalkan mahasiswa. Seluruh elemen rakyat harus di gerakkan!” Lanjutnya.

Mas Bram bukannya berfikir dengan kata-kataku barusan. Adrenalinnya malah terpicu dan justru semakin menyemangatiku. Saya memang sedang menulis tentang pentingnya petani dan buruh mengorganisir diri. Tulisan itu sekaligus adalah skripsiku yang rencananya akan kuseminarkan tak lama lagi.

“Iya, saya faham mas, tapi kita juga harus memikirkan masa depan kita. Kamu kini jadi target utama. Tulisan-tulisanmu telah dianggap sebagai tindakan subversib! Saya sungguh takut kamu juga akan di bunuh!” Sekali lagi kuutarakan kekhawatiranku.

“Dik, lihat mataku. Percayalah! aku tidak akan mati sebelum rezim keparat ini tumbang! Dan dengarlah sumpahku untukmu. Demi Allah, aku tidak akan pernah menikah kecuali denganmu. Tetapi akupun tidak akan meminangmu sebelum perjuangan ini berhasil. Bersabarlah! Target kita 1998 sudah tak lama lagi.

Ya Allah, semuanya masih sangat jelas. Kubayangkan mata bulat Mas Bram menyala-nyala. Tak pernah kulihat sedikitpun rasa takut dimatanya. Aku sangat merindukannya. Sungguh tak kuasa lagi kumenahannya. Bagaimana ini?

“Ayo diminum dulu nak!” Sacangkir teh hangat yang disodorkan ibu Mas Bram menghentakku dari lamunan.

“Sudahlah, Nak! Masmu juga tidak pernah menyalahkanmu atas keputusan yang kamu ambil. Sedari kecil ibu sudah tanamkan padanya bahwa ajal, rezki dan jodoh itu bukan kuasa kita. Cintailah suamimu sepenuh jiwa. Dialah yang menurut Tuhan terbaik untukmu” Katanya.

Suaranya sedikit bergetar ketika mengucap kalimat-kalimat itu. Sungguh perih hati ini mendengarnya.

“Maafkan Nita, bu. Nita benar-benar tak tahu harus berbuat apa ketika orang tua Nita terus mendesakku segera menikah waktu itu. Mas Bram tak mungkin mau melakukan itu sebelum perjuangannya tercapai, bukan?”.

“Ibu mengerti, nak!” Lirihnya.

Tangannya yang mulai keriput tak henti mendekap tubuhku dan mengusap kepalaku. Sungguh kurasakan seperti belaian almarhumah ibuku ketika saya sedang gundah.

Tak terasa dua jam sudah saya mengobrol dengan ibu Mas Bram. Tepatnya bernostalgia. Jam sudah menunjuk angka empat lewat sepuluh menit. Tujuan perjalananku terpaksa kubatalkan.

Sekali lagi mataku manyapu seluruh ruang rumah tua itu. Tak ada yang berubah. Sebuah puisi yang dulu kutulis berdua dengan Mas Bram juga masih terpampang rapi dalam bingkai di sudut ruang tamu. Lama ku termangu. Rindu sungguh aku rindu.

“O ya bu, hari sudah sore. Nita harus segera pulang. Ini nomorku, tolong dikasih ke mas Bram jika suatu hari menelpon ibu” Secarik kertas kutitip padanya. Sekali lagi kupeluk dan kucium ibu itu.

“Nita sungguh menyayangi ibu. Assalamu alaikum” Tak lupa kuselipkan beberapa lembar uang kertas merah.

*******

Semenjak peristiwa itu, sedetik pun hampir tak pernah pikiranku meleset dari keseluruhan Mas Bram. Saya bisa merasakan betapa nelangsanya hidupnya selama ini. Hidup sendiri tanpa seorang wanita yang mendampinginya.

Sedang diriku? Seberusaha-berusahanya ku cintai suamiku sepenuh hati, tak dapat kupungkiri bahwa Mas Bram masih saja selalu ada disi hatiku yang lain.

Ah Tuhan, menjadi istri yang taat, patuh, setia, memberi pelayanan terbaik pada suami, Engkau telah melihatnya, bukan? Semua itu telah kulakukan semaksimal mungkin untuk Kak Mujib, suamiku.

Tapi Mas Bram, lelaki yang dingin., apa adanya, jujur, tegas, tak pernah bisa diam jika melihat kedzaliman, sebuah karakter yang sungguh kukagumi. Mas Bram seorang petarung, sedang kak Mujib lelaki sholeh yang lembut. Hampir tak ada sama sekali keburukan yang kutemukan dalam dirinya. Dia begitu santun dan pengertian. Ibadahnya bagus. Sungguh adalah sosok pengayom bagi biduk rumah tangganya.

Astaghfirullah, mengapa pula saya mulai membanding-bandingkan suamiku dengan lelaki lain?

Parahnya, beberapa bulan terakhir ini, perhatian dan kasih sayang suamiku padaku semakin hari semakin besar saja rasanya. Tanpa kuminta, segala sesuatu yang kusukai seringkali telah disiapkannya.

Tak lama berselang membeli untukku beberapa novel pergumulan ideologi kesukanku, Hari ini tiba-tiba suamiku memberikan lagi hadiah beberapa film dokumenter. Film-film mengenai beberapa revolusi besar dunia. Dia pun kini semakin romantis. Ada apa dengan perubahan suamiku?

Selama ini segala kebutuhan dan keinginanku memang selalu dipenuhinya, tetapi perhatian-perhatian seperti novel dan film itu nyaris tak penah dilakukannya.

“Wahai suamiku, terima kasih tak terhinggaku. Engkau semakin memahamiku saja. Maafkan istrimu yang belum bisa mencintaimu seutuhnya ini” Batinku terus bergolak. Ada sesak menghimpit dada. Betapa berdosa dan bersalahnya diriku. Seorang istri yang tidak bisa melupakan sosok lelaki lain dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.

“Insya Allah, suatu hari cinta ini akan utuh untukmu, kak”. Begitu tekadku dalam hati.

******

Kurang lebih empat bulan sejak pertemuanku dengan ibunya. Mas Bram benar-benar menghubungiku. Hari ini adalah hari kelima setelah kami setiap hari berkomunikasi lagi.

“Kalau kau rindu padaku, aku pasti tahu itu seperti apa. Aku pun sungguh rindu berjumpa denganmu, bercanda, berbagi cerita, bahkan betapa inginku seperti dulu lagi.

Tapi, bila kau tanya cintakah kau padaku? Sungguh aku tak ingin kau bertanya begitu. Bagaimana mungkin sesuatu yang jelas telah kau tahu lalu kau pertanyakan lagi? Belum cukupkah aku membuktikannya?

Kau tahu? Aku takkan menyia-nyiakan sekecil apapun kesempatan untuk bersamamu lagi. Bahkan jika takdirku, kenapa tidak kau akan menjadi milikku. Tapi percayalah, Bram tetaplah seperti dulu. Lebih baik sakit daripada menyakiti. Aku tak mungkin menyakiti hati lelakimu, apalagi hatimu”

Subhanallah, sekali lagi kubaca bbm Mas Bram. Betapa sederhanya kalimat-kalimat itu. Tapi saya benar-benar percaya bahwa sedikitpun tak ada canda disitu. Mas Bram serius. Mas Bram sungguh-sungguh, dan Mas Bram selalu yakin dengan apa yang dikatakannya.

“Ya Allah, beri hamba petunjuk. Hamba benar-benar gamang” Disetiap sujudku, tak henti ku bermunajat pada-Nya.

Beruntung, hari ini ayahku datang mengunjungiku. Kebetulan sebentar sore suamiku juga berencana kerumah orang tuanya di luar kota. Mungkin karena itu ayahku datang. Suamiku memang kerap meminta ayah menemaniku jika dia harus menginap karena sebuah hajatan diluar kota.

Mendung menyelimuti kota Bogor. Nampaknya akan turun lagi hujan deras. Saya lalu membuat dua cangkir kopi. Satu untuk suamiku dan satunya lagi untuk ayah.

“Nita, kemarilah, Nak. Sesuatu yang amat penting ingin ayah sampaikan padamu” Sapa ayah pagi itu.

Tumben, ada apa mimik ayah seserius ini, fikirku.

Saya kemudian duduk tepat di depan ayah. Tak lama kak Mujib pun datang dan duduk di sisi kanan ayah. Sejenak kami semua terdiam. Ayah kemudian melanjutkan bicaranya.

“Mujib, Nita, kalian adalah sama-sama anak ayah. Tak ada yang ayah bedakan. Kalian telah berumah tangga selama 15 Tahun. Ayah bersyukur kalian selalu rukun, berkecukupan, juga sepasang putra-putri kalian yang sehat dan lucu….”

Tiba-tiba ayah berhenti bicara. Sepertinya ada sesuatu yang sangat berat diucapkannya. Matanya pun kini berkaca-kaca. Apa yang sedang terjadi.

“Ada apa, ayah? Kak Mujib, ada apa??”

Kupandangi wajah ayah dan suamiku bergantian. Keduanya hanya diam. Kesedihan terlihat pada raut wajah keduanya. Mereka tertunduk.

“Kak Mujib, kak Mujib, ada apa??” Tanpa sadar ku guncang-guncang tubuh suamiku. Kugenggam kedua tangan ayahku.

“Ayah! Ada apa??”

Hari Jum’at Pukul 11.00. Suara Masjid sudah mulai bersahut-sahutan pertanda waktu sholat Jum’at sebentar lagi akan tiba. Semua itu menjadi saksi.

“Nita, hari ini Mujib telah resmi menceraikanmu, Nak”

“Apa??? Ayah bicara apa barusan????”

Seperti disambar petir disiang bolong. Kalimat ayah berusan benar-benar membuatku shock. Ku tatap mata Kak Mujib dengan tajam. Ingin kutemukan jawaban darinya. Kulihat kak Mujib seberusaha mungkin menenangkan dirinya.

“Ayah benar, dik! Sejak pertemuan ini saya bukan lagi suamimu. Saya men-talak-mu” Belum sempat kak Mujib melanjutkannya saya kembali memotong.

“Apa maksud dari semua ini, kakkk?? Suaraku meninggi, tangisku pun meledak sudah.

“Tenangkan dirimu, dik. Dengarlah baik-baik. Dua bulan belakangan ini, kakak bersama Mas Bram sudah mengkonsultasikan segala sesuatunya dengan ayah. Kakak terpaksa memutuskannya seperti ini. Kakak fikir jalan inilah yang terbaik. Benar katamu, cinta tak dapat dipaksakan”

Saya kini mulai memahami apa yang terjadi. Saya pun teringat, karena inikah kak Mujib tak henti-henti memeluk dan menciumiku seusai menjalankan ‘sunnah’ tadi malam?

Ya Allah, Tuhan pemilik takdir. Kuatkan hatiku. Kuatkan hati Kak Mujib.

Apa yang bisa kulakukan?? Saya hanya bisa menangis. Menangis sejadi-jadinya.

“Maafkan semua kesalahanku selama ini, kak” Tak henti ku memelas dan bersimpuh dihadapan kak Mujib.

Begitulah. Seperti mimpi saja rasanya. Semua terjadi begitu cepat. Tak lama selepas masa iddah perceraianku dengan kak Mujib, Mas Bram pun meminangku.

Kini setahun telah berlalu, di rumahku, bersama kedua anakku dari kak Mujib, kami sedang menunggu lahirnya buah cintaku dengan Mas Bram. Tujuh bulan sudah terus bergerak-gerak didalam rahimku. Tak henti-henti kami mengucap syukur. Cinta oh cinta. Ia memang sungguh anugerah Tuhan yang paling indah.

*********


Ahad, 22 Pebruari 2015

“Mama, mama, sini cepat! Lihat, ada papa tuh di TV” Sorak si bungsu kegirangan.

Saya lalu mendekat memperhatikan berita yang ditunjukkan oleh si bungsu. Suara TV ku besarkan.

Benar, di bundaran Hotel Indonesia, dihadapan ribuan pengunjuk rasa, lelaki sederhana itu sedang membakar gelora perlawanan.

Mas Bram kembali turun ke jalan, berdiri diatas sebuah mobil, memegang microphone, suaranya membahana, menggema-gema diatas langit Jakarta.

“Pergerakan tidak akan pernah mati. Ia akan selalu tumbuh di setiap tirani, sebab yang menggerakkannya adalah nur, cahaya dari langit.

Sadara-saudaraku…!! Dan kepada siapapun yang masih memiliki nurani, mari selamatkan KPK dari konspirasi para maling negeri ini.

Merdeka, Merdeka!!”



**************** Sekian


Cerpen ini kudedikasikan untuk Abraham Samad dan seluruh pegiat anti korupsi di negeri ini.

Jumat, 20 Februari 2015

Juwita, In Memoriam of Candu

Tiba-tiba ingin sekali kumenulis. Pasti tentangmu, melibatkanku juga, atau lebih luasnya tentang kehidupan. Bukankah kamu adalah kehidupan? Kehidupanku. Setidaknya kamu pernah ada dan hadir dikehidupanku. Apakah karena kita tak lagi ada dalam sebuah persinggungan kehidupan lalu tiba-tiba tak lagi kuanggapmu ada? Tidak. Pasti tidak.

Bahkan kini aku ada paling depan diantara kerumunan orang yang berdoa dan menangis untukmu.

Kau tahu? Perjumpaan kita adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Perjumpaan yang sejak awal sepenuhnya kusadar bahwa segala sesuatu memang kembali berakhir, pasti getir dan bakal meninggalkan jejak sepi rindu yang panjang, tapi aku tak pernah merasa bahwa mengenalmu adalah luka yang harus kutangisi.

Benar katamu. Hidup adalah wadah untuk belajar setiap waktu. Ya, aku memang terus belajar. Belajar dari semua rentetan peristiwa yang sambung menyambung tanpa pernah kurencanakan ini.

Belajar dari betapa kehadiran sesaatmu itu telah memporak-poranda hatiku sedemikian rupa. Kehadiranmu yang memang seharusnya membuatku kian tegar, kokoh bagai karang dihempas gelombang.

Tapi tidak, kau bukan sekedar ombak. Kau benar-benar meluluh lantak hatiku. Atau jika kau ombak, aku ternyata bukanlah karang. Aku rapuh. Aku tak setegar dan sekokoh yang kau duga. Mungkin hanya terlihat seperti kokoh dan tegar.

Ah, betapa indah ketika di malam amal itu kau bacakan puisimu.

“Puisi ini adalah karyaku sendiri, ingin kupersembahkan pada siapa yang damba mendamba” Prolog pendekmu.

Kaupun membacakannya dengan gaya santai namun penuh dengan penghayatan. Kata-katamu tidaklah terlalu puitis, tetapi terlihat sekali bahwa kalimat-kalimatmu adalah janin kata yang lahir dari kedalaman rahim hatimu.


CINTA DIAM

Saya mencintaimu diam-diam.
Kamu tidak akan tahu karena memang tak perlu kamu tahu.
Cinta adalah soal rasa seperti halnya rasa lain; benci, rindu, marah, senang, dan seterusnya.

Cinta itu tinggi, bahkan sangat tinggi kedudukannya.
Cinta adalah anugrah pertama Tuhan dalam kehidupan ini.
Adam, moyang kita, tahu pasti hal itu.

Cintalah yang membuatnya ada dan untuk itu diciptakan sorga sebagai istana tempat dia mengekspresikan seluruh rasa-rasanya, termasuk cintanya.

Rindu pada kehadiran seorang wanita sebagai pelengkap dari rasa tak utuhnya adalah manifestasi cinta-Nya jua. Diciptakanlah Hawa sebagai tempat dimana ia dapat menumpahkan rasa tak utuhnya itu……….

Cinta itu tinggi kedudukannya.
Sayangnya ia tak bisa berdiri sendiri, ia tak cukup kuat untuk tidak tidak didampingi oleh rasa yang lain seperti rindu, marah, cemburu, sedih, senang dan seterusnya.

Apakah karena rindu, marah, cemburu, sedih dan senangku engkau tak pernah bisa yakinkan dirimu bahwa sesungguhnya aku mencintaimu???

Apakah karena rindu, marah, cemburu, sedih dan senangmu itu juga sehingga kamu seolah survive dalam kegamanganmu???

Ah, Aku tak akan pernah memberi tahumu, dan memang tak perlu kamu tahu.

Biar saja semua berjalan tanpa ada yang tahu.

Karena aku sungguh-sungguh mencintaimu.

Mencintaimu secara diam-diam.

“Terima kasih”

“Puisinya buat siapa tuh, Mbak?? Betapa berbahagianya lelaki itu”
Belum juga kamu sempat duduk, telah kukirim sms ku.

“Dengar aja nanti MC-nya bilang apa?” balasmu
“Hadirin !! Ada sesuatu yang terlupa oleh pembawa puisi tadi. Kepada siapakah ditujukan puisi itu? Tak ada sebuah nama, bukan? Tetapi hadirin! Kita akan segera mengetahuinya. Menurutnya, puisi itu ditujukan kepada siapa saja yang pertamakali bertanya tentangnya. Dan untuk itu, kita akan periksa hand phone mbak Juwita. Benarkah ada yang bertanya??”

Dengan gaya jenaka, sang MC pun menghipnot para pengunjung sambil berjalan menuju kursi tempatmu berada.

Aku segera memandang ke arahmu. Sekilas kita pun beradu pandang, dan kau senyum-senyum tersipu.

“Hadirin!! Adapun lelaki beruntung itu adalaah.....??”

Sang MC baru saja akan menyebutkan namanya, tetapi tiba-tiba kamu berdiri meminta microphone, berjalan menuju panggung lalu menggantikan posisi sang MC.

“Hadirin! Jujur saja, malam ini seorang lelaki bertanya padaku, Puisinya buat siapa tuh?? Betapa berbahagianya lelaki itu?”

Kaimatmu sambil membuka dan mengangkat handphonemu menghadapkannya kepada para hadirin.

“Tetapi oleh karena puisi tadi adalah puisi cinta diam, maka demi untuk tidak keluar dari konteks ke-diam-annya, dengan berat hati terpaksa tak dapat kusebutkan namanya. Tetapi satu hal, kuharap lelaki itu benar-benar berbahagia, seperti katanya sendiri”

Suara tepuk tangan menggelagar memenuhi gedung kesenian itu. Dengan anggun kau pun melangkah turun sambil menyalami uluran jabat tangan beberapa pengunjung. Sungguh aku terpesona melihatmu.

Ah, mbak Juwita, menurutku kamulah gadis paling beruntung di kota ini. Cantik, kulit putih, hidung mancung, tinggi 167, berat 57, dosen muda, gemar mendaki gunung, kolumnis di beberapa koran, serta digilai oleh banyak lelaki ganteng dan mapan. Tetapi kenapa kamu masih saja sendiri? Aku terus memikirkanmu.

Bagaimana aku tak mengenalmu luar dan dalam? Ayahmu dan ibuku masih saudara. Bahkan aku menjadi lelaki ganteng begini, itu juga berkah dari ASI ibumu. Di keluarga kita semua tahu bahwa kita adalah saudara.

Aku memanggilmu mbak, karena usiaku 2 tahun lebih muda darimu. Tapi tahukah kamu bahwa hingga diusiaku yang sudah 24 ini belum juga mengagumi seorang wanita pun selain dirimu? Ah mbak Juwita! Bagamana ini?? Aku sangat menghormatimu, tetapi aku juga merindukanmu.


“Kok tidak sebut nama sih, Mbak?” Kembali kubertanya via sms.

“Cinta adalah hal yang sulit disembunyikan. Meski begitu, Ia akan lebih indah jika tidak terkatakan tetapi mampu terfahami dengan baik” Balasmu.

Acara pun usai, sungguh aku bersyukur kamu tak langsung pulang. Kudekati, dan aku langsung duduk disampingmu. Kira-kira dua meter dari kita, Mbak Yuli dan Tante Nola juga masih asyik mengobrol.

“Ini semua maksudnya apa, mbak?” Renggekku penasaran.

Hanya senyummu renyah. Nampak gigimu yang berbaris putih disela bibirmu yang ranum bak delima itu.

“Hmm…ceritanya panjang, Ndrong. Kalau kuurai semuanya, kamu bisa menulisnya menjadi beberapa novel” Jawabmu kalem.


Kamu lebih suka memanggilku Ndrong. Rambutku memang gonrong. Kalau duduk bersama Anggun C. Casmi, lalu orang melihatnya dari belakang, pasti memang dikira pinang dibelah dua.

“Tapi gerak hati, selain harus terimplementasikan dengan laku, ia juga harus terlafadzkan toh, mbak?” Desakku lagi.

“Kau meminta mbakmu melafadskannya, Ndrong?

Subhanallah, tiba-tiba matamu bagai embun pada dedaunan saat matahari beranjak naik. Air yang tak jadi menetes karena menguap lalu berkumpul bersama awan. Pernyataanmu barusan, sungguh menjadi pertanyaan yang menari-nari dibenakku.

“Alamak, apa maksud dari pertanyaanmu itu? Hatiku berbunga. Benarkah puisimu itu untukku?” Batinku
“Dalam hidup ini memang kerap kali kita menjumpai hal-hal diluar dari apa yang semestinya. Tapi apapun itu, hidup ini harus disyukuri” Desahmu kemudian.

“Betul, ketika kita berbuat baik, tulus, ikhlas, sebenarnya Allah Yang Maha Rahman Rahim itu seolah membebani dirinya dengan kebaikan kita. Dia seolah berhutang ke kita, begitu kan, mbak?”

Aku kembali mengulang perkataanmu sendiri yang dulu pernah kau bilang padaku.

“Dan bayangin aja kalau Tuhan yang melunasi hutang nya, Ndrong”

“Tentu bukan cara biasa kan?”

“Maka itu kenapa mbak memilih mencintainya sepenuh jiwa, tapi dengan diam”

“Sungguh tak perlu terlafadskan, Mbak?” Desakku sekali lagi.

Kamu tak lagi menjawabnya. Tiba-tiba pandanganmu kosong. Aku lalu berdiri meninggalkanmu menuju toilet. Tak tega kumelihat matamu hampa seperti itu.

Duhai Juwita, sesungguhnya aku teramat merindukanmu, menginginkanmu. Tetapi sekali lagi, kamu adalah mbakku. Apa mungkin?” Batinku terus bergejolak.

“Ndrong, Memang hati itu kodratnya bolak balik, juga karena cinta Tuhan bisa dalam bentuk ujian, termasuk ketika kamu pun tak mampu melafadskannya” Katamu lagi. Dan itu benar-benar membuat lidahku kaku. Sungguh tak kuasa lagi kuberkata-kata.

Malam itu rasa-rasanya nya aku seperti sedang menemukan seorang gadis belasan tahun. Gadis kecil yg bersembunyi pada ketiak waktu yang mungkin sedang patah hati ditinggal kekasih, mungkin dia yatim, atau mungkin sedang lari dari rumahnya. Betapa aku iba dan ingin mencium keningnya, atau sekedar memberinya selimut ketika ia tidur.

“Balik yuk, Wit! Kamu anterin mbakmu ya, Ndrong!”

Tiba-tiba tante Nola dan mbak Yuli telah berdiri didepan kita mengajak pulang. Mereka pasti tidak tahu bahwa dua anak manusia didepannya ini sedang resah melawan rasanya masing-masing.

Dua sahabatmu itu kemudian meninggalkan gedung dan berjalan menuju mobil mereka masing-masing. Kita pun ikut beranjak.

“Mobilnya diparkir dimana, Mbak””

“Disana tuh, depan Kantor Pos Besar”

Kita pun lalu berjalan beriring. Tanganmu menuntun tanganku. Duh, rasanya kita benar-benar seperti sepasang kekasih.

“Kehidupan ini seperti lalu lintas, Ndrong. Kita hanyalah seorang pengendara yang berkelana di jalan iti. Pada gang-gang sempit, jalan raya, trotoar atau mungkin pada pematang sawah. Apakah kita akan melalui jalan raya, lorong atau pematang sawah, apakah pada perempatan jalan raya itu kita akan kekanan, kiri, lurus, melanggar lampu merah atau apa, kitalah yang memilih. Hidup itu pilihan!” Katamu sambil terus menggegngam tanganku.

“Tetapi, semua telah tertulis di langit sana, bukan??” Sambungku

“Hehehe, Iya! Kadang-kadang memang kita bertemu razia polisi atau sesorang yang menyeberang tanpa tengok kekiri dan kekanan” Ujarmu penuh canda sembari dengan lembut mengaca-ngacak rambutku.

Kota Jogja malam itu sepi, angin sedikit kencang disertai hawa dingin. Rintik hujan pelan membasahi jalan. Saat melepas tanganmu ketika mesin telah kau nyalakan, hatiku berdebar-debar, tiba-tiba rasa was-was memenuhi seluruh batinku. Malam minggu menjelang pagi begini, jalan utama menuju rumahmu ramai oleh balapan liar. Tiba-tiba aku takut sesuatu terjadi padamu.

Kau tahu? Betapa enggan kumelepasmu berjalan sendiri. Sebenarnya ingin sekali aku berjalan mengiringimu. Tetapi aku terlanjur berjanji untuk menjemput seseorang di bandara. Seorang gadis yang belakangan ini cukup dekat denganku. Gadis itu adalah Eda yang menurutmu dia itu baik buatku.

Duhai, betapa inginnya ku kecup keningmu malam itu. Betapa inginku kau rasa ketulusan hati ini mengagumimu. Betapa inginnya ku hadir temanimu dalam tidur lelapmu.

“Hati-hati nyetirnya, mbak” Hanya itu yang kukatakan.
“Iya, kamu juga jaga diri baik-baik, Jangan terlalu banyak begadang, kurangi merokok. Sampai jumpa, ya!” Nadamu tetap ceria, tetapi matamu sayu. Itulah kalimat terakhirmu.
Di pagi buta tak lama setelah pertemuan itu, ketika baru saja kami keluar dari pintu gerbang bandara menuju kota, tiba-tiba tante Nola menelponku.

“Kamu ke rumah sakit sekarang. Doakan! Mbakmu kecelakaan”

Begitulah. Enam belas tahun telah berlalu. Masih jelas sekali kata-katamu. “Kehidupan itu seperti lalu lintas, Ndrong. Kita hanyalah seorang pengendara yang berkelana di jalan raya itu”.

Ya! Kita berencana, Tuhan pun berencana. Kebahagiaanku adalah mengenangmu. Mengenang kebersamaan ajaib kita yang hari ini tinggallah air mata yang memata air didasar gundukan tanah gersang.

Inilah kisahmu, tepatnya kisah kita. Kisah yang selalu segar seperti segarnya bunga-bunga yang baru saja kutabur diatas kedua nisan ini.

Selamat Jalan, sayang….

Sungguh aku rindu ingin menemuimu.

Di setiap purnama, membaca sms ini di depan pusaramu, sungguh telah menjadi candu bagiku.

“Mbak mencintaimu. Teramat merindukanmu…..

Juwita 10 Mei 02.17” (Malam itu, SMS Terakhirmu)



Pangkep, 10 October 2014 | 03:3467 44