Kamis, 23 Februari 2017

Aku dan Robert Langdon

Mari kubawa kau jalan-jalan ke Vatican. Disana akan kukenalkan kau dengan Robert Langdon, ahli sejarah Harvard, murid dari Dan Brown, novelis kontraversial itu. OK?
oOo

Langit pagi menjelang siang masih digayuti awan tebal ketika kami tiba-tiba telah berada di puncak Koliseum Roma.

“Tidak ada hotel yang paling cocok di seluruh Roma selain yang ini”. Kata Robert, sesaat ketika kami telah keluar dari area hotel lalu meluncur diatas jalan-jalan Roma menuju Vatikan. Hotel Bernini, simbol kemewahan dunia masa lalu itu berdiri megah menghadap ke Air Mancur Triton karya Bernini.

“Beri kesempatan pada kawan muslim kita ini melihat-lihat keajaiban masa Renaissance, Mr. Robert.” Kata Tuan Imajinasi disela obrolan mereka yang tiada putus. Mereka tampak sangat akarab.

“Oh, tentu”. Dengan ramah sahabat Tuan Imajinasi itu berbalik dan menyapaku.

“Mari nikmati keindahan kota suci ummat Kristiani ini, Mr. Moslem”

“Terima kasih” Kataku mengangguk hormat.

“Vatikan adalah negera terkecil di dunia tetapi mampu mempengaruhi kebijakan, bahkan mengendalikan seluruh konstelasi spiritual dan politik negara-negara raksasa kapitalis di seluruh muka bumi ini. Bukan begitu, pak Prof?” Tuan Inajinasi membuka obrolan.

Robert tersenyum senang. “Begitulah kira-kira”.

Aku sendiri sedikit miris. Mr. Robert memanggilku Mr. Moslem, padahal tadi aku telah memperkenalkan namaku dengan jelas.

Menyaksikan sepanjang jalan Vatikan, dalam hatiku tak henti berdecak kagum. Seluruh bangunan-bangunan gedung memancarkan pesona seni tinggi tak tertandingi. Mulai dari Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina, Borgia Courtyard, Kantor Paus, Kantor Garda Swis, Taman-taman, Passeto, Kantor Pos Pusat, Balairung Kepausan, hingga Istana Pemerintahan Vatikan semua kami lalui. Sekilas aku teringat dengan keindahan arsitektur bangunan-bangunan lama peninggalan kejayaan Islam di Andalusia.

Dari obrolan mereka berdua, aku tahu bahwa kehadiran Mr. Robert ke Vatikan adalah dalam rangka menghadiri jamuan khusus Paus terkait dengan reaksi keras ummat Islam atas dugaan penistaan al-Qur’an oleh seorang China Nasrani di Indonesia. Ia datang bersama kekasihnya, Victoria.

Victoria adalah putri peraih Nobel Fisika, Leonardo Vetra atas jasa besarnya sebagai perintis teknologi Anti Materi. Para ilmuwan menyebut penemuan itu sebagai keajaiban Fisika Teologis.

Beberapa tahun lalu, sebagai akibat dari penemuan teknologi itu, empat orang kardinal dan Leonardo Vetra sendiri tewas secara tragis dalam sebuah tragedi ke-kristen-an terparah sepanjang abad ini. Seluruh media di muka bumi ini mengumumkan bahwa Kelompok Teroris Timur Tengah sebagai dalangnya. Tetapi berkat kerja keras Robert dan Kekasihnya itu, akhirnya terungkap bahwa pelaku aksi biadab itu adselah Kelompok Illuminati. Berkat Robert Langdonlah, sehingga terungkap dalang sesungguhnya dan situasi berhasil kembali pulih.

“Pernah dengar kata Illuminti?” Tanya Robert padaku tiba-tiba. Kami kini berada dalam sebuah ruangan mewah di Museum Vatikan.

“Pernah.” Kataku. “Tapi aku lebih mengakrabinya dengan istilah konspirasi, persekongkolan rahasia”.

“Kata Illuminati berarti mereka yang tercerahkan. Itu adalah nama sebuah persaudaraan kuno.” Robert, meneruskan apa yang ingin diuraikannya.

“Nama yang identik dengan simbol-simbol misterius yang konon adalah logo mata uang Dolar AS itu?” Tanyaku repleks. Mata Tuan Imajinasi melotot memandangku.

“Kisah tentang lambang Illuminati merupakan legenda dalam simbologi modern; Dan walaupun ambigram sering terlihat di berbagai simbol seperti pada swastika, yin yang, bintang Yahudi, dan salib sederhana.belum ada ilmuwan yang betul-betul mampu menyingkapnyanya” Kata Robert lagi.

“Jadi, siapakah orang-orang Illuminati itu?” tanyaku mendesak.

“Sejak awal peradaban modern,” jelasnya, ”sebuah jurang dalam telah terbentuk di antara ilmu pengetahuan dan agama. Ilmuwan- ilmuwan yang berani bicara seperti Copernicus”

“Hmm, ia menyebut masa Copernicus sebagai awal peradaban” Batinku. ”Dibunuh oleh gereja karena mereka menguak kebenaran ilmiah, bukan?” Tanyaku kemudian pada Robert.

”Ya. Pada tahun 1500-an, sebuah kelompok di Roma melawan gereja. Beberapa orang Italia yang sangat terpelajar, seperti para ahli fisika, matematika, dan ahli astronomi, diam-diam mulai mengadakan pertemuan untuk berba gi keprihatinan terhadap pengajaran gereja yang tidak benar. Mereka takut kalau monopoli gereja pada ’kebenaran’ akan mengancam pencerahan ilmuwan di seluruh dunia. Mereka mendirikan sebuah think tank, lembaga pemikir pertama di dunia, dan menyebut diri mereka sendiri sebagai ’orang-orang yang tercerahkan.”

”Kelompok Illuminati itu?”

”Ya,” sahut Tuan Imajinasi. ”Orang-orang paling pandai di Eropa ... mengabdi untuk mencari kebenaran ilmiah.”

Aku terdiam. Tuan Imanjinasi memandangiku. Sebuah senyum simpul disodorkannya sebagai tanda perdamaian. Aku mengerti.

”Tentu saja kelompok Illuminati itu diburu dengan kejam oleh Gereja Katolik. Hanya karena mereka dapat bersembunyi dengan baik, mereka bisa selamat. Pemikiran mereka pun tersebar ke seluruh ilmuwan bawah tanah, dan persaudaraan Illuminati berkembang serta melibatkan seluruh ilmuwan di seluruh Eropa. Para ilmuwan itu mengadakan pertemuan secara teratur di Roma di sebuah markas yang sangat dirahasiakan yang mereka sebut Gereja Illuminati.” Jelas Robert selanjutnya.

Aku menyimak. Diam-diam aku kagum pada Tuan Imajinasi yang memiliki banyak kolega dan hebat-hebat.

”Beberapa anggota kaum Illuminati,” lanjut Robert, ”ingin melawan tirani gereja dengan kekerasan, tetapi anggota yang paling mereka hormati membujuk mereka untuk tidak melakukan itu. Dia adalah orang yang cinta damai dan seorang ilmuwan yang paling ternama dalam sejarah.”

“Aku yakin kamu tahu nama ilmuwan itu”. Kata Tuan Imajinasi kepadaku. “Bahkan orang awam pun mengenali seorang ahli astronomi yang bernasib malang kerana ditangkap dan dihukum oleh gereja karena mengatakan bahwa matahari, dan bukan bumi, adalah pusat tata surya. Walau fakta yang dikemukakannya itu tidak dapat disangkal, ahli astronomi tersebut tetap di hukum berat karena secara tidak langsung mengatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia di tempat lain selain di pusat semesta -Nya.”

”Galileo?” Kataku. Tuan Imajinasi mendongak. ”Galileo Galilei”

”Ya. Galileo adalah seorang Illuminatus. Dan dia juga seorang Katolik yang taat. Dia berusaha untuk memperlunak pemikiran gereja terhadap ilmu pengetahuan dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak mengecilkan keberadaan Tuhan, tetapi malah memperkuatnya. Dia pernah menulis ketika dia memerhatikan planet-planet yang berputar melalui teleskopnya, dia dapat mendengar suara Tuhan dalam musik alam semesta. Dia meyakinkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama bukanlah musuh, tetapi rekanan—dua bahasa berbeda yang menceritakan sebuah kisah yang sama, kisah tentang simetri dan keseimbangan ... surga dan neraka, malam dan siang, panas dan dingin, Tuhan dan setan. Ilmu pengetahuan dan agama keduanya bergembira bersama dalam simetri Tuhan ... pertandingan tak pernah berakhir antara terang dan gelap.” Langdon berhenti sejenak lalu menghentakkan kakinya supaya tetap hangat.

Celakanya,” Sergah Tuan Imajinasi, ”penggabungan ilmu pengetahuan dan agama tidak diinginkan gereja.”

“Tentu saja tidak,” sela Robert. ”Pengabungan itu akan menghancurkan apa yang sudah dikatakan gereja sebagai satu-satunya kendaraan yang dapat digunakan manusia untuk mengerti Tuhan. Jadi gereja mengadili Galileo sebagai orang yang sesat, diputus bersalah dan dijatuhi hukuman tahanan rumah seumur hidup”.

Sebuah pemahaman baru bagiku soal illuminaty dan kaitannya dengan gereja,” kataku berbisik pada Tuan Imajinasi. “tetapi itu sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Apa hubungannya dengan penistaan Agama oleh sang gubernur itu?”

“Aku faham, tapi simpan dulu”. Kata Tuan Imajinasi sambil melirik Robert yang nampak tidak
menghiraukan polemik kecil kami.

”Penangkapan Galileo membuat kaum Illuminati bergejolak. Tapi mereka membuat kesalahan sehingga gereja dapat mengenali empat orang anggota Illuminati. Mereka kemudian ditangkap dan diinterogasi. Tetapi keempat ilmuwan itu tidak mengatakan apa-apa walaupun mereka disiksa.”

”Disiksa?

Robert mengangguk. ”Mereka dicap hidup-hidup di dada mereka dengan simbol salib.”

“Lalu?”

”Setelah itu para ilmuwan dibunuh dengan sadis, mayat mereka di buang di jalan-jalan Roma sebagai peringatan bagi yang lainnya supaya tidak bergabung dengan kaum Illuminati. Karena serangan gereja yang begitu gencar, anggota Illuminati yang masih tersisa akhirnya melarikan diri dari Italia.”

Robert berhenti sesaat. Dia memandang mataku seperti mencari sesuatu dibaliknya. ”Sejak itu, kaum Illuminati bergerak di bawah tanah dan mulai bergabung dengan para pelarian lainnya yang berusaha menyelamatkan diri dari aksi pembersihan yang dilakukan gereja. Mereka adalah para penganut aliran mistik, ahli kimia, pengikut ilmu gaib, dan orang-orang Yahudi…”

“Dan beberapa diantaranya adalah Yahudi-Muslim”. Lanjut Tuan Imajinasi.

“Yahudi Muslim, katamu? Yang benar saja”. Tanyaku heran beraduk penasaran. Aku benar-benar baru pertama kali mendengar istilah itu.

“Iya, muslim yang bukan muslim sungguhan. Mereka mata rantai dari kelompok Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam pada jaman Khalifah Utsman bin Affan untuk menciptakan konflik internal dalam tubuh kaum muslimin dengan menebar fitnah antara pengikut Ali dengan pendukung Muawiyah. Ibnu Saba’, nama lengkapnya Abdullah bin Saba’, adalah seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ia merupakan provokator yang berada di balik pemberontakan terhadap Khalifah Ustman bin Affan. Ibnu Saba’ melakukan semuanya itu didasarkan motivasi dirinya untuk meruntuhkan dasar-dasar Islam yang telah dipegang teguh oleh umat Islam. Niatnya masuk Islam hanyalah sebagai kedok belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Khalifah Ustman. Pengaruhnya, muncullah kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam seperti Mesir, Irak dan Madinah. Pengikut-pengikut kelompok Ibnu Saba’, si Yahudi-Muslim itu kemudian terus tersebar seiring dengan penyebaran Islam di wilayah Eropa. Tujuannya tetap sama; melemahkan kaum muslimin dari dalam.” Jelas Tuan Imajinasi.

“Maksudnya?”

“Yahudilah yang paling memahami bahwa; manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, Yahudi harus mewujudkan “hasrat alami” manusia ini. Hal ini disusupkan secara pelan-pelan pada sistem budaya, pendidikan, pemerintahan dan kekuasaan negeri-negeri muslim. Ketika kaum muslimin menjadi bejat dan perlahan-lahan menanggalkan aturan agamanya satu demi satu, itulah target mereka. Bagi mereka, Yahudi adalah ummat terbaik, dan untuk itu perlu menjadikan bangsa atau umat-umat lain sebagai pengikut. Dengan kata lain, untuk menjadi seorang Muslim-Yahudi atau Kristen yahudi, kalian tidak perlu murtad secara formal dari agama asalmu.”

Robert terlihat serius menyimak kalimat-kalimat Tuan Imajinasi. Namun tanpa komentar, Robert membali melanjutkan kisahnya tentang Illuminati.

“Selama bertahun-tahun, Illuminati menambah anggotanya. Sebuah Illuminati baru pun muncul. Kelompok Illuminati yang lebih gelap. Kelompok Illuminati yang sangat anti -Kristen. Mereka menjadi begitu kuat, mengadakan upacara -upacara misterius, kerahasiaan yang sangat tertutup, dan bersumpah untuk bangkit lagi pada suatu hari untuk membalas dendam pada Gereja Katolik. Kekuatan mereka berkembang sehingga gereja menganggap mereka sebagai suatu gerakan anti-Kristen yang paling berbahaya di bumi ini. Vatikan mengolok mereka sebagai persaudaraan Shaitan.”

”Shaitan?’

”Itu istilah dalam bahsa Inggris. Artinya ’musuh’ ... musuh Tuhan. Gereja sengaja memilih nama dari istilah Islam karena itu adalah bahasa yang mereka anggap kotor.” Langdon meneruskan dengan ragu- ragu. ”Shaitan adalah asal kata untuk kata bahasa Inggris ... Satan.”

Robert mondar-mandir dalam ruangan itu untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap hangat.
”Kelompok Illuminati memang memuja setan. Tetapi tidak dalam pengertian modern.” Robert lalu menjelaskan bagaimana umumnya orang menggambarkan para pemuja setan sebagai pemuja iblis. “Secara historis para pemuja setan adalah orang-orang yang terpelajar yang melawan gereja. Shaitan. Kabar angin tentang kekuatan gaib hitam, pengorbanan hewan dan ritual pentagram hanyalah kebohongan yang disebarkan oleh gereja sebagai kampanye kotor melawan musuh-musuh mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, para penentang gereja itu juga ingin menyamai kaum Illuminati. Kelompok itu mulai memercayai kebohongan yang disebarkan oleh gereja dan bertindak sesuai dengan apa yang mereka percayai. Maka, lahirlah kelompok pemuja setan modern”.

Aku berdehem. ”Itu semua sejarah kuno. Aku ingin tahu bagaimana simbol itu memproklamirkan eksistensinya dalam dunia modern kini” Desakku.

Robert Langdon menarik napas panjang. ”Simbol itu sendiri diciptakan oleh seorang seniman Illuminati yang tidak diketahui namanya pada abad keenam belas sebagai penghormatan bagi kecintaan Galileo akan simetri —semacam logo sakral Illuminati. Persaudaraan itu menjaga kerahasiaan simbol tersebut. Konon mereka berencana untuk memperlihatkannya hanya ketika mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk muncul kembali dan mewujudkan tujuan utama mereka.”

Aku mulai tidak mengerti. ”Tetapi kemunculan simbol itu di beberapa tempat menandakan persaudaraan Illuminati tetap ada, bukan?”

Robert Langdon mengerutkan keningnya. ”Menurut banyak ahli, itu tidak mungkin. Ada satu bab dari sejarah Illuminati yang belum kujelaskan.”

”Jelaskan padaku.” Suaraku terdengar tegas.
Langdon menghirup udara dingin sebelum melanjutkan dengan cepat. ”Penghapusan ajaran Katolik merupakan tujuan utama mereka. Persaudaraan itu yakin kalau dogma takhayul yang disebarkan oleh gereja merupakan musuh terbesar manusia. Mereka khawatir kalau agama terus menyebarkan mitos kesalehan sebagai kenyataan absolut, maka kemajuan ilmu pengetahuan akan terhenti, dan manusia akan musnah karena peperangan abadi di masa mendatang yang amat sangat konyol itu.”

”Seperti yang kita lihat saat kini”. Langdon mengerutkan keningnya. “Terorisme masih menjadi berita utama sampai sekarang. Keadilan masih seperti misteri planet Mars Tampaknya selalu ada kemiripan antara umat yang taat dengan pasukan yang siap berperang.

”Lanjutkan,” kataku.

Langdon mengumpulkan pemikirannya lalu melanjutkan. “Kaum Illuminati berkembang menjadi semakin kuat di Eropa dan mulai memandang Amerika sebagai pemerintahan yang belum berpengalaman. Banyak dari pemimpin bangsa Amerika adalah anggota kelompok Mason, seperti George Washington dan Benjamin Franklin. Mereka adalah orang-orang yang jujur, taat kepada Tuhan tapi tidak menyadari cengkeraman kuat Illuminati dalam diri mereka. Kaum Illuminati mengambil keuntungan dari penyusupan itu dan berhasil mendirikan bank, berbagai perguruan tinggi, dan membangun industri untuk mendanai tujuan utama mereka.” Langdon berhenti sejenak.

”Tujuan mereka adalah dunia yang bersatu, semacam konsep New World Order atau Tata Dunia Baru yang sekuler. Ya! Sekulerisme itulah yang diyakini oleh Illuminati sebagai jalan tengah antara gerja dan ilmuwan”

Aku tercengang. “Jadi sekularisme itu adalah hasil dari kompromi antara illuminati dengan gereja ortodoks?”

”Sebuah Tata Dunia Baru,” Langdon mengulangi, ”berdasarkan pencerahan ilmiah. Mereka menyebutnya Doktrin Luciferian. Gereja menegaskan bahwa Lucifer adalah sebuah kata yang mengacu pada setan. Tetapi persaudaraan itu menegaskan bahwa Lucifer berasal dari bahasa Latin yang berarti sang pembawa cahaya. Atau Illuminator.

Tuan Imajinasi mendesah, tetapi tak lama setelahnya menjadi tenang. ”Pak Robert, duduklah.”
Robert duduk di atas sebuah kursi yang membeku karena suhu sangat dingin. Tuan Imajinasi menggeser kursinya agar dapat lebih mendekat. Akupun menggeser kursi tempat aku duduk. Sebuah siku-siku segi tiga menjadi bentuk formasi kami bertiga.

”Aku tidak yakin kalau aku memahami semua yang baru saja kamu katakan padaku, Pak Robert. Lucifer?” Lirihku.

“Iya, aku memahaminya. Menemukan bukti ilmiah tentang Illuminati sepertinya memang tidak mungkin.” Desis Robert.

Alis Tuan Imajinasi naik. ”Apa maksud Anda? Anda tidak mau—”
Robert terdiam. Aku sendiri cukup familiar dengan kata Lucifer itu. Seorang kawanku, aktivis komunis Rusia, berkali-kali memberiku informasi tentang istilah ini.

“Konspirasi global jaringan the Luciferians Internasional sudah puluhan tahun menggarap Indonesia untuk dipecah belah menjadi 17 negara merdeka. Dimulai lepasnya Propinsi Timor Timur, Penguatan Otonomi Daerah, pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua secara rutin setiap tanggal 1 Desember, kemenangan rakyat Aceh yang menempatkan calon Independen dari GAM menjadi Gubernur, penguatan eksistensi RMS hingga tampil mengibarkan bendera di depan presiden RI pada acara Hari Keluarga Nasional 27 Juli 2007 di Ambon, dan lain-lain. Begitu data yang ada pada kami, Tuan Imajinasi”. Kata Robert.

“Data anda sedikit subyektif. Aceh punya latar belakang sejarah yang berbeda” Koreksiku. Dan seolah tidak terlalu menarik data Robert, Tuan Imajinasi berpaling padaku dan menanyakan sesuatu. Suaranya setengah berbisik, nyaris tak terdengar oleh Robert. “Bukankah pola seperti itu juga yang mereka lakukan pada Khilafah Utsmani Turki sebelum tahun 1924 itu?”

“Ya, konspirasi berhasil memisahkan persudaraan bangsa Arab dan bangsa Turki lewat propaganda sentimen nasionalisme”. Jawabku.

“Bukan hanya sebatas itu. Bahkan Illuminatilah yang kemudian menyiapkan pemimpin di kedua
bangsa itu. Mustafa Kamal untuk Turki dan Ibnu As-Saud untuk bangsa Arab”. Sambung Robert. Rupanya ia mendengar bisik-bisik kami.

“Bukannya Inggris dan Prancis?” Tanya Tuan Imajinasi.

”Tuan Imaji,” Langdon mencondongkan tubuhnya ke arah Tuan Imajinasi dan merasa tidak yakin bagaimana membuatnya mengerti tentang hal yang akan dikatakannya. ”Aku memang belum menyelesaikan penjelasanku. Tapi aku sangat yakin kalau Illuminati itu memang ada meski keberadaan mereka sudah tidak dapat dibuktikan sejak lebih dari setengah abad yang lalu, serta hampir semua ilmuwan Amerika sepakat kalau Illuminati sudah bubar sejak lama, aku tetap percaya. Kelompok Illuminti itu masih ada.”

Kata-kata ilmuwan Harvard itu membuatku gembira. Keyakinanya akan Illuminati sama dengan keyakinanku tentang konspirasi.

”Simbol,” kata Langdon, ”menurut para ahli tidak dapat memastikan keberadaan si pencipta simbol yang asli.”

”Apa maksud Anda?”

”Ketika filosofi terorganisir seperti Illuminati itu punah, simbol mereka akan tetap ada dan dapat digunakan oleh kelompok lain. Itu disebut transfer simbol. Hal itu sangat biasa dalam dunia simbologi. Nazi mengambil lambang swastika dari agama Hindu, orang-orang Kristen mengambil bentuk salib dari bangsa Mesir”.

Ketika aku mengetik kata Illuminati pada google search di handphone ku, aku menemukan banyak sekali referensi baru. “Sepertinya masih banyak orang yang berpikir kalau kelompok ini masih aktif.” Kataku.

“Itu hanya para penggemar teori konspirasi,” sahut Robert. la selalu terganggu oleh teori konspirasi berlebihan yang beredar di dalam budaya pop modern. Media menampilkan berita utama yang mengejutkan, dan dengan sok tahu membuat berita kalau Illuminati masih ada dan mampu mengelola Tata Dunia Baru dengan baik. New York Times pernah melaporkan tentang hubungan antara kelompok Mason dengan beberapa orang terkenal, seperti Sir Arthur Conan Doyle, Duke of Kent, Peter Seller, Irving Berlin, Prince Phillip, Louis Armstrong dan beberapa pengusaha dan bankir terkenal lainnya”.

”Tapi ada satu penjelasan yang jauh lebih masuk akal. Mungkin saja ada organisasi lainnya yang mengambil alih lambang Illuminati dan menggunakannya untuk tujuan mereka sendiri.”

”Justru sebaliknya. Hampir seluruh organisasi merasa telah bekerja untuk tujuannya sendiri, tetapi jarang menyadari bahwa konspirasi ada didalam mereka dan telah membelokkan tujuan mereka menjadi tujuan Illuminati.”

“Anda yakin seperti itu Tuan Robert?”

“Hampir”

“Termasuk kelompok-kelompok Teroris?

“Bahkan merekalah yang membentuk kelompok-kelompok teroris itu”

“Aku rasa tidak.” Sela Tuan Imajnasi. “Kelompok Illuminati mungkin saja ingin menghilangkan agama, tetapi mereka menjalankan tidak dengan kekerasan melainkan melalui sarana politis dan keuangan, bukan melalui tindakan terorisme.” Robert terdiam. Tuan Imajinasi terlihat antusias menunggu jawaban Robert.

“Dalam sebuah dokumen rahasia Yahudi yang dikenal dengan Protocol Zion, beberapa point jelas-jelas menulis bahwa perang dan terror adalah bagian dari agenda mereka. Bukan begitu, Pak Robert?” Aku mengambil alih, ingin meyakinkan Tuan Imajinasi.

Robert Langdon terlihat sedikit kaget. “Anda punya bocoran itu, Pak Muslim?”

“Hmm, kebetulan Pak Robert” Jawabku sedikit enteng. Dalam hatiku tertawa. Dia masih memanggilku Pak Moslem. Sejak menyentil logo Dollar AS tadi, intuisiku berkata bahwa ada ketidak senangan dari orang Harvard ini. Aku memaklumi. Bagaimanapun, rasa superioritas orang Amerika tentu kurang lebih sama, tak peduli ia seorang ilmuwan. Rasa nasionalismenya akan muncul manakala Negaranya dipojokkan. Apalagi jika menyangkut boroknya yang mereka yakin negara-negara yang dianggap jajahannya seperti Indonesia, tidak mengetahuinya. Aku tak peduli. Biar saja ia berusan dengan Tuan Imajinasi.

“Cepat katakan, kawan! Aku ingin mendengarnya”. Tuan Imajinasi mulai sedikit provokatif. Aku faham maksudnya.

“Baik. Beberapa diantara agenda itu adalah: Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak sehingga memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi konspirasi untuk menguasainya. Perang yang dikobarkan konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini. Dan pemerintahan bentukan konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan konspirasi. Tidak bisa lain. Konspirasi……”.

“Cukup, Pak Muslim” Potong Robert tiba-tiba. “Selebihnya aku sudah tahu”. Lanjutnya.
Aku memahami kenapa Robert tak ingin aku melanjutkannya. Beberapa point yang aku sebutkan itu tak lain adalah strategi-strategi terselubung yang telah dimainkan Amerika serikat dalam paket-paket kebijakan luar negerinya.

Dahi Tuan Imajinasi berkerut. Ia terlihat tak suka pada sikap Robert. “Mr. Robert! Kita telah bersahabat cukup lama. Kau adalah satu-satunya Ilmuwan Amerika yang aku kenal obyektif dan jujur. Katakan padaku apa yang katamu sudah tahu itu”.

Suara Tuan Imajinasi meninggi. Karakter mengintimidasi seperti ini adalah ciri khasnya dalam setiap diskusi. Positifnya, ia sendiri memang sangat sportif dan terbuka.

“Baik, sahabatku,” Robert tersenyum dipaksakan. “Pada point tiga belas menyatakan, konspirasi akan menguasai opini dunia. Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan 1000 orang non-Yahudi sebagai balasannya. Point delapan belas, terorisme harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi ini. Point sembilan belas, konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga ditingkat internasional. Dengan demikian, konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar”. Robert kembali diam. Nampaknya ia sedang memikirkan sesuatu. Dan tanpa disadarinya, ia tidak lagi menggunakan kata Illuminati tetapi konspirasi
.
“Ayo, sahabat.. katakan semuanya” Desak Tuan Imajinasi. Robert tampak kikuk, dan aku yang melanjutkannya.

“Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia. Dengan demikian, penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan”.

“Caranya?”

“Meletuskan perang lalu memberi atau menjual senjata yang paling mematikan pada mereka. Cara ini diyakini akan mempercepat penguasaan suatu negeri yang tinggal dihuni oleh fakir miskin, dan sebuah rezim terselubung akan muncul setelah konspirasi berhasil melaksanakan programnya”

“Jika cara itu berhasil?”

“Pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung-jawab atas terjadinya kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka. Krisis ekonomi yang akan sengaja dibuat memberikan hak baru kepada konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan”.
Aku memperhatikan, raut muka Robert sedikit memerah. Dalam hatiku berkata. Maaf, aku menghapal luar kepala ke dua puluh lima point itu. Meski tidak kusebutkan semuanya. Aku hanya menyebutkan point-point yang terkait dengan perang. Agenda satu abad yang dibuat pada tahun 1930 ini ditargetkan akan tercapai semuanya pada tahun 2025 nanti. Lima tahun sebelum genap 100 tahun. Secara garis besar, ada tiga langkah besar yang mereka gunakan. Menguasai Media, menguasai lembaga-lembaga keungan dunia semisal IMF dan bank-bank raksasa, dan Menguasai Perdagangan senjata.

Robert Langdon mulai salah tingkah. Namun sebagai seorang Profesor yang sudah terbiasa menghadapi multi diskusi, Mr. Robert segera mampu mengembalikannya seperti sedia kala. Genius, hangat, dan super simpatik. Dan sejelek-jeleknya tabiat Tuan Imajinasi padaku, khususnya dalam hal arogansi intelektualnya ketika diskusi empat mata denganku, aku tahu, ia belum sekalipun mengecewakanku ketika berhadapan dengan kaum liberalis. Ia adalah teman spesial terbaik untuk hal satu ini.

ooOoo

Matahari musim semi mulai terbenam di balik Basilika Santo Petrus, dan bayangan besar gereja tersebut membentang dan menelan piazza di hadapannya. Ketika kami bermaksud pamit, tiba-tiba Pak Robert memanggilku. “Mr. Inkart” Kali ini ia menyebut namaku. Ia tidak lagi memanggilku dengan Mr. Moslem. “Bisa anda menjelaskan pesan apa yang ingin disampaikan presiden anda pada dunia dengan diplomasi meja makannya?” Aku terdiam. Aku tak langsung bisa menebak jawaban apa yang Robert inginkan. Aku lalu sedikit membungkuk sembari menyentuh lengan Robert. “Maaf, Mr. Robert, boleh aku tidak bicara apa-apa tentang politik di negeriku?”

“Hehe, tak masalah Mr. Inkart. Aku hanya tergelitik dengan Mie Pangsit yang dibawa oleh si Ibu gempal itu”. Aku faham apa maksud Mr. Robert tetapi aku tetap tak tergoda menanggapinya.
Ketika kami melintasi tempat terbuka yang luas di Lapangan Santo Petrus, Mr. Robert mengajak kami berbelok hingga kami meyaksikan karya-karya para seniman besar yang menandai puncak kejayaan Reneissance.

Robert Langdon, sahabat Tuan Imajinasi itupun mulai bercerita banyak tentang kebangkitan dunia barat.

“RENAISSANCE berasal dari bahasa Perancis yang berarti "lahir kembali" Jadi, dengan kata lain Renaissance sebenarnya adalah lahirnya kembali orang Eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi Kuno yang ilmiah dan rasional. Pencetus Renaissance adalah para humanis, yaitu orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang pemikiran dan budaya klasik Yunani dan Romawi”. Papar Robert penuh antusias.

“Pertanyaannya, pengaruh dari peradaban manakah sehingga pengetahuan Yunani dan Romawi kuno itu dapat mengemuka kembali”. Akupun meresponnya tak kalah antusias.

“Aku tahu kemana arah pertanyaan anda. Jujur saja, meski rekan-rekan sejarawan barat lainnya berusaha menyamarkannya, tapi aku tak bisa seperti mereka. Islamlah yang memicu kebangkitan itu” Jujur Robert.

“Sebelum Renaissance, bangsa Eropa mengalami jaman kegelapan atau The Dark Age. Dalam jaman itu gereja berkuasa mutlak, ajaran gereja menjadi sesuatu yang tidak boleh dibantah. Pada saat yang sama, bangsa-bangsa lain justru sedang berada dalam puncak peradabannya dibawah sistim pemerintahn Islam.

“Adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak gereja yang sudah sangat melampaui batas telah menyebabkan terjadi reformasi gereja. Bukan begitu, pak Robert?”

“Anda betul. Tokoh-tokoh seperti Martin Luther, Johannes Calvin, Erasmus Desiderius, Zwingli, John Knox, John Wycliff sangat berperan penting dalam reformasi gereja. Reformasi gereja menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran individual akan pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu, keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap kekuasaan”.

“Dan pengaruhnya sangat spektakuler melanda negeriku, Tuan Robert. Anda tahu, aktifis-aktifis muslim liberal di negeriku kini juga sedang berjuang melegalkan pernikahan sejenis”. Kata Tuan Imajinasi tiba-tiba setelah lama terdiam.

Robert tertawa. Tuan Imajinasi berhasil membangun sebuah keterbukaan yang jujur antara kami bertiga. “Renaissance yang bermula di Itaia kemudian menyebar ke berbagai negara Eropa lainnya. Negara Eropa pertama yang mendapat pengaruh renaissance Italia ialah Jerman. Adanya kekaguman terhadap renaisans Italia telah mengundang banyak raja dan penguasa Eropa untuk mengambil istri dari penguasa Italia. Seperti yang dilakukan oleh raja Hungaria dan Polandia serta kaisar Jerman dan Prancis yang menikahi putri-putri dari penguasa Italia.”

“Anda bukan melecehkan para aktivis liberal negeriku karena sama sekali tak ada hubungan geneologis dengan ningrat-ningrat Italia itu, bukan?” Goda Tuan Imajinasi.

“Begini,” Kata Robert. “Umumnya ketika pindah ke negeri suami-suami mereka, putri-putri tersebut membawa pengiring dan pelayan. Para pelayan itu kebanyakan adalah para artis, seniman, dan cendikiawan humanis. Para pelayan itulah yang secara tidak langsung menyebarkan virus Reinassance ke wilayah-wilayah Eropa lainya, khususnya tempat sang permaisuri-permaisuri itu berdomisili”.

“Hubungannya dengan negeri kami?” Serempak aku dan Tuan Imajinasi bertanya.

“Kuat kemungkinan, inspirasi Renaissance para aktivis secular liberal negeri kalian itu diperoleh dari para seniman atau cendekiawan keturunan para pelayan putri-putri raja tadi”. Mimik Robert tampak serius.

“Artinya?”

“Demi uang adalah lumrah jika watak pelayan itu masih melekat pada mereka. Menjilat dan merangkak dibawah pantat majikan, tetapi..”

“Tetapi apa, Mr. Robert?”

“Congkak dan merasa lebih pintar kerena menganggap bahwa sekulerisme itu sesuatu yang hebat”’.

oooOooo

Cuaca dingin Roma membuatku benar-benar menggigil, Otakku yang belakangan ini selalu panas setiap kali melihat berita di Metro TV juga terasa mulai dingin. Ketika mobil yang kami tumpangi kembali memasuki area hotel Bernini lalu sesaat setelahnya seorang perempuan cantik ramping telah berdiri di depan loby melambai-lambaikan tangannya. Aku tahu bahwa wanita itu adalah Victoria, kekasih Mr. Robert.

“Mari silahkan masuk, Tuan-Tuan. Kami telah menyiapkan segala sesuatunya”.

Suara Victoria menggetarkan hatiku. Aku tahu aku lemah dalam hal satu ini. Sambil berjalan, Victoria terus menyamankanku dengan basa-basi manja berkelasnya, aku mulai terbuai dan terus mengikut saja kemana ia melangkah. Aku tak melihat lagi keberadaan Mr. Robert, pun Tuan Imajinasi. Ah, bodoh amat, aku terus berjalan di sisi Victoria. Sebuah ruangan penuh bunga berwarna-warni mulai tampak di balik mini bar yang kami lalui. Viktoria kini manggamit lenganku. Tarikannya cukup terasa walau pelan, semakin lama kekuatan tarikan itu semakin terasa….

Pak! Pak! Bapaaaakk!! Bangun...sudah siaaaang! Antarka ke sekolah!!

Aku mengucek-ngucek mataku. E’laksyiimpe'nale! Rupanya Si Giang, anak laki-laki sermata wayangku yang baru kelas 3 sekolah dasar itu, terus menarik-narik selimutku dan mengguncang-guncang tubuhku dengan keras.

Tidak ada komentar: