Minggu, 15 Februari 2015

Kepada Naogy Hurun (1)

Kepada Putriku!!!

Putriku, inilah masalah papamu.
Ketika konsep yang sekian lama papa rancang dan mendekati sempurna di kepala, ketika konsep itu tinggal menunggu moment untuk direalisasikan, tiba-tiba sebuah guncangan hebat hadir merintang jalan. Benteng-benteng kokoh yang papa bangun dari ribuan doktrin para pemenang nyaris tak berguna sama sekali. Guncangan itu bak angin puting beliung yang datang secara tiba-tiba memporak-porandakan seluruh bangunan kota.

Papamu, anak muda jagoan itu, yang pernah tidak peduli pada soal benar atau salah, dalam petualangannya kali ini terjerembab masuk kedalam jurang, terluka parah, dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya. Cinta hampir saja merenggut jiwanya.

Sebetulnya keinginan anak muda itu sederhana saja, dia tidak ingin anak-anaknya kelak terimbas bias-bias masa silam leluhurnya.

Derita silam leluhurmu, membuatnya kehilangan kendali dalam menorobos kesuraman itu. Satu-satunya yang ada dalam kepalanya saat itu adalah apapun caranya, dia harus bisa secara layak menikmati hidup di negeri Mafioso ini. Dia tidak menyadari, bahwa dibalik kesederhanaan hidup leluhurnya, tersimpan sebuah prinsip yang amat mahal nilainya: “Islam adalah sebuah ideology, dan sebagai muslim harus terikat didalamnya”.

Begitulah, putriku…………
Semenjak papa mengenal lantas menikahi mamamu, sejak itu ambisi papa mengendor. Keberanian papa yang tak kenal ampun sebelumnya tiba-tiba menjelma menjadi rasa was-was dan mulailah papa memasuki kehidupan baru yang ganjil.

Hari-hari papa tidak lagi semerdeka dulu seperti ketika papa belum terikat oleh sebuah rasa sebagaimana yang membelenggu papa pada mamamu.

Tetapi putriku, cinta memang memiliki daya yang luar biasa. Kecemasan-kecemasan itu, keganjilan-keganjilan itu tiba-tiba menjadi hilang begitu saja manakala cinta sudah mendaulat dirinya menjadi nahkoda. Alhasil, papamu sekali lagi nekad, meminang mamamu sebelum kuliahnya selesai. Dan enam belas bulan kemudian lahirlah engkau, putriku yang kuberi nama Naougy Hurun Ain.

Pada episode berikutnya, pergolakan batin, pertarungan antara rasa dan rasio, antara naluri dan nurani, terus berkobar semakin dahsyat manakala papa menyadari bahwa kehadiran engkau-buah cinta kami itu adalah sebuah tanggung jawab yang amat besar.

Engkau adalah titipan Ilahi, engkau adalah manifestasi rahman rahim-Nya, engkau adalah amanah yang kelak kami akan dimintai pertanggung jawaban tentang bagaimana kami memprosesmu menjadi hamba yang khalifah. Tugas itu sangat berat, sayang……

Kenapa?

Sebab disamping engkau adalah investasi masa depan yang dengan doa-doa keshalihanmu akan memberi kesempatan pada mama-papamu untuk kembali bercinta di taman sorga kelak, engkau juga adalah sebuah potensi yang akan menbakar habis cinta itu di lubang pembantaian bernama Neraka. Nauzubiilahi min dzalik! Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaaa ‘azaabannaar…

Demikianlah nak, kesadaran itu kadang-kadang membuat papamu paranoid. Bukan karena papamu seorang pesimistis dan merasa tak berdaya dalam budaya hukum rimba ini, tetapi realitas abad 21 memanglah sebuah kondisi dimana setiap orang dipaksa untuk memilih sebuah peran dalam adegan-adegan mencekam, spektakuler dan bebas nilai. Jika tidak? Bersiap-siaplah menjadi bulan-bulanan modernisme.

Ketahuilah, nak!! Sejarah kita adalah sejaran negeri jajahan. Sebuah kenyataan yang mengerikan, tidak hanya karena ia adalah negeri tanah 'tumpah darah' yang alam dan kandungannya nyaris telah habis terampas, lebih dari itu, penjajahan telah melahirkan generasi demi generasi cloning, generasi yang sepi terasing lantaran luka sejarahnya tentang; Benih sejarah manakah yang telah membuahi ibu pertiwinya sehingga hamil, hamil lagi dan melahirkan kita semua?

Putriku…………
Kelak engkau harus lebih dalam menggali sejarah itu, karena masih terlalu banyak yang papa tidak fahami. Tugasmulah. Ini bukan main-main sebab engkau adalah perempuan.
Hmm, engkau ingin tahu bagaimana perempuan menurut papamu? Ah, perempuan! Sebetulnya ia adalah sesuatu yang sulit ku jelaskan, mendeskripsikannya sedikit butuh waktu. Tapi tak apalah.

Dengarlah baik-baik, anakku!!
Perempuan adalah sebuah cerita tentang kedalaman, tentang lorong-lorong, terowongan, misteri kota tak bertuan. Semakin kedalam, semakin jauh, semakin masuk, semakin terjebak, semakin tak berjejak.

Ia adalah sebuah dahaga sang pengembara yang berjalan di terik gurun pasir dan dari kejauhan melihat riak-riak air bening bergelombang. Pengembara memburunya, meneguknya, tetapi ia tetap saja dahaga.

Dan laki-laki? Laki-laki itulah pengembaranya. Ia akan selalu dahaga, kodratnya sudah seperti itu, maka kelak engkau harus benar-benar tahu laki-laki seperti apa yang layak di sebut sebagai laki-lakinya manusiaa.

Manusia adalah makhluk sebaik-baik ciptaan. Tuhanlah yang menciptakannya seperti itu. Tetapi laki-laki belum tentu manusia. Ia kerap kali menjadi binatang bahkan lebih sesat dari binatang. Binatang adalah makhluk tak berfikir. Diciptakan sekedar menjadi pelengkap kehidupan manusia. Lelaki binatang pun demikian, diciptakan sekedar sebagai pelengkap profesi iblis yang terlaknat.

Ketahuilah dan paku mati dalam benakmu bahwa lelaki binatang sama sekali tidak baik menjadi temanmu. Sebab ketika dia berhasil menjadikanmu teman maka sudah pasti engkaupun akan menjadi perempuan binatang. Padahal perempuan tidak hanya adalah manusia sebagus-bagus ciptaan, lebih dari itu perempuan adalah duplikasi bidadari, simbol kesucian, foto keagungan, serta wajah kemuliaan-Nya.

Terakhir, putriku....
ketika nanti engkau telah mulai mengenal cinta, pasti engkau akan merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta. Berbunga-bunga memang. Tetapi putriku, ingin kuingatkan engkau lebih dini, bahwa rasa seperti itu hanyalah rasa sesaat, rasa semu, rasa palsu, sebab rasa yang engkau agungkan sebagai cinta itu hanyalah seperseratus dari cinta yang sesungguhnya.

Cinta hakiki hanyalah bisa dirasakan ketika kita berhasil mencintai Allah dan Rasulnya. Jadi jika kelak engkau dalah pendamba cinta, yakinkan dirimu bahwa engkau jatuh cinta hanya pada Allah dan Rasulnya. Jangan sekali-sekali jatuh cinta pada selain-Nya. Jangan kau ulangi kesalahan papa dan mamamu

Naogy Hurun Ain, Anakku……
Pada akhirnya papa harus jujur. Sebenarnya papamu sedang di persimpangan, nak!

Mengarahkanmu menjadi muslimah yang kaffah atau membiarkanmu menjadi bagian dari sekularisme ini, seperti anak-anak peradaban sebayamu.

Ya Allah ya Rahman ya Rahim………
Jadikanlah putriku anak yang sholehah!!!


Makassar, 4 Juli 2001

Bapakmu


Tidak ada komentar: