Minggu, 15 Februari 2015

Dibalik kebaikan Asing terhadap korban Tsunami Aceh, Mereka Memurtadkannya

Menurut informasi dari saudara Rizki Ridyasmara di

http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/tulis-ulang-sejarah-nusantara-buku-porno-senjata-pemurtadan-muslim-aceh-33.htm

bahwa ternyata:

Pasca Tsunami yang mengorbankan ratusan ribu nyawa Muslim Aceh, datang tsunami kedua berupa gelombang pemurtadan terhadap Muslim Serambi Aceh.
Inilah catatan kecil tentang gelombang pemurtadan tersebut:

Seorang pegawai di Children Center di Banda Aceh merasa ada sesuatu yang aneh ketika memeriksa tiap kantong makanan ringan bantuan LSM asing dihiasi gambar salib yang mencolok mata. Padahal, makanan ringan itu bukan untuk keperluan konsumsi peringatan hari Natal, Desember lalu.

“Makanan ini akan disebarkan kepada anak-anak Aceh korban tsunami di barak-barak pengungsian,” ujarnya.

Semula, ia tak begitu mengamati. Sejak hampir lima bulan lalu, tugasnya mengepak bungkusan-bungkusan itu. “Di tiap kantong itu, kami temukan salib-salib.”

Dalam sebuah seminar yang dilangsungkan di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 28 November 2005, terungkap banyak fakta terkait kasus pemurtadan di Bumi Serambi Mekkah paska tsunami.

Ada seorang perempuan Aceh yang harus dioperasi karena dipaksa melayani nafsu bule dengan bayaran 1,5 juta rupiah.
Lalu ada seorang da'i mengeluh karena kehilangan para santrinya pada jam ngaji karena di saat bersamaan ada pembagian paket dari lembaga missi asing di dekat lokasinya.

Seorang akhwat diteror, diisolasi secara sosial dan tidak diberikan haknya sebagai korban, karena membina kamp yang dia tempati, dimana dia juga menjadi korban.

Ratusan orang asing berkeliaran seenaknya di atas bumi para syuhada ini dengan cara berpakaian yang seenaknya. Padahal, sebelumnya Aceh adalah tempat di mana kita bisa melihat orang asing berpakaian sopan.

Lantas ada pula simbol-simbol Yahudi yang sudah masuk ke Aceh, seperti yang ditemukan dalam paket bantuan di Puskesmas Mibo, Bandar Raya, Banda Aceh.

Seorang inong Aceh bernama Cut Silviana di pengungsian Mata Ieu telah dibaptis.

Yohanes Makhmud, putra asli Kabupaten Sigli, telah dijadikan seorang pendeta.

Pemurtadan itu bukan sekadar isapan jempol belaka!” tegas Rasyid Hisyami, S.Ag, dosen tetap Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry yang pernah ditugaskan di Calang dan memantau secara khusus aksi-aksi pemurtadan pasca tsunami di Aceh.

Rakyat Aceh yang menjadi korban tsunami ternyata menghadapi masalah-masalah sosial baru, salah satunya adalah ancaman pemurtadan dan masuknya buku-buku porno. Dokter Madi Saputra, relawan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang bertugas di Banda Aceh (9/1/05) menemukan hal ini di lapangan.

Selain lewat buku dan majalah, nyanyian, pembagian sembako, obat-obtaan, kaos, dan lain-lain, penyebaran salib di Aceh juga dilakukan dengan pembagian radio-radio mini kepada para pengungsi. Radio merupakan salah satu sarana paling ampuh bagi penyiaran Injil, sebab itu jauh dari publikasi, bidang broadcasting sungguh-sungguh digarap serius oleh para misionaris. Salah satu organisasi missi AS yakni Far East Broadcasting Company (FEBC) telah mengirim ribuan unit radio ke Aceh. “Kita ingin mewujudkan kabar baik dari Yesus kepada pihak-pihak yang belum pernah kesempatan mendengarkan-Nya,” ujar juru bicara FEBC seraya menyebut angka lebih dari 10.000 unit radio kecil telah didistribusikan.

Lewat radio ini, para pendengar diharapkan dapat menyimak program misi Kristen yang dapat digengarkan dalam 13 bahasa daerah. Greg Harris, President FEBC mengatakan untuk sebuah radio saja, injil dapat menjangkau banyak individual dalam kelompok-kelompok. Ia memberitahu bahwa organisasinya secara teliti mendistribusikan peralatan tersebut secara efektif dan dengan demikian juga dapat memaksimalkan jangkauan potensial dari setiap unit. “Kami tidak hanya memberikan radio secara gratis, kami berusaha memberikan mereka yang benar-benar tertarik mendengar program kami dan mereka yang membutuhkannya,” ujarnya. FEBC ini didirikan di AS sejak tahun 1945 dan memiliki jaringan tingkat dunia. Dari 32 titik transmitter di seluruh dunia, radio ini telah diterjemahkan lebih dari 150 bahasa. Di Indonesia, radio ini telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa daerah.

Di Aceh Jaya telah ditemukan sekitar 5.000 jilid buku-buku Kristen yang ditulis dengan bahasa Aceh, seperti “Injil Lam Haba”. Pada hari Senin, 25 Jul 2005, di samping pagar TKA di Kampung Keuramat, Banda Aceh, ditemukan tumpukan majalah anak-anak yang menokohkan Yesus sebagai Tuhan. Majalah itu awalnya ditemukan salah seorang anak yang menjadi santrinya. Karena tertarik dengan majalah yang banyak gambar dan berwarna-warni, sang anak memberikan itu kepada ibunya. Mengetahui isi majalah tersebut, sang ibu kontak kaget. Kemudian dia melaporkan kepada ibu guru dan pihak Yayasan Al Abraar. Kepala Sekolah TKA Yayasan Al Abraar, Diana seperti dikutip Harian Waspada (26/7/05) membenarkan adanya majalah berisi ajaran Kristen itu. Jumlah majalah yang telah diamankan itu sebanyak 43 buah.

Berbagai kasus yang ditemukan di lapangan seperti yang dipaparkan di atas hanyalah sebagian kecil dari kasus-kasus pemurtadan yang menimpa anak-anak dan warga Aceh korban tsunami. Kasus World Help sendiri, walau pemerintah Republik Indonesia lewat Kementerian Luar Negerinya sempat menyinggung sebentar, namun hal ini terkesan sebagai lips service semata dan dibiarkan tak dituntaskan. Bahaya pemurtadan menjadi bahaya laten di Aceh hingga hari ini. Apalagi dalam merekonstruksi dan membangun kembali Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah juga menggandeng pihak Barat yang di dalamnya terdapat lembaga-lembaga misi.

Catatanku: Mudahan-mudahan setelah membaca tulisan diatas kita semakin yakin akan kebenaran Firman-firman Allah dalam Al-Qur’an, khususnya ayat-ayat mengenai ketidak sukaan Yahudi dan Nasrani pada Islam.

Tidak ada komentar: