Kamis, 12 Februari 2015

Jika Saya Presiden, Gelarku Bapak Lokalisasi

Serial Pemikiran Santri Bajingan - 4
19 April 2014

Lobi-lobi Partai Islam untuk membentuk Koalisi Indonesia Raya gagasan Prof. Dr Amin Rais sedang berlangsung. Adapun makna Indonesia Raya menurut pengagasnya adalah sebuah konsep kenegaraan yang bisa bangkit memperbaiki diri. Indonesia raya itu bukan Indonesia yang lemah dan terbelakang, tapi Indonesia yang raya seperti yang kita gaungkan dalam lagu Indonesia raya, kata Pak Amien. Pun koalisi ini bisa tak hanya terbatas pada parpol Islam, tapi juga merangkul parpol nasionalis.

Memang, Islam dan Nasionalis adalah dua issu strategis yang selalu mengemuka disetiap jelang perhelatan suksesi kepemimpinan Indonesia. Kenapa? Karena embrionya memang telah lahir sejak sehari setelah proklamasi kemerdekaan. Tanggal 18 Agustus 1945 atau lebih populer dengan nama Piagam Jakarta, semestinya ditetapkan sebagai hari kecelakaan sejarah nasional . Sebab hari itulah, Islam sebagai sebuah ideologi lenyap dan berganti sekulerisme, dan terus menjadi ‘dendam’ bagi sebagian ummat Islam sampai hari ini.

Adapun istilah Partai Islam, sebenarnya itu hanyalah penamaan saja, toh Islam disini tidaklah berarti anggaran daras dar partai-partai itu menjadikan Islam sebagai metode, ideologi, atau minimal sebagai sebuah cita-cita kenegaraan. Artinya, baik partai Nasionalis maupun partai Islam sebenarnya sama saja sebagai ‘penganut’ sekulerisme. Dengan demikian, mengharapkan ke-Islam-an dari koalisi Indonesia Raya tidaklah tepat. Tetapi bahwa bangsa ini wajib dijaga dari cengkeraman negara asing melalui orang baik bernama Jokowi, itu saya sepakat.

Perubahan adalah jualan utama semua calon presiden. Dan itu adalah penegasan bahwa kehidupan di negara ini memang sedang tidak baik, sehingga memang mutlak ada perubahan. Gerakan Perubahan. Songsong Indonesa Baru. Jargon yang selalu menjadi headline setiap pemberitaan media massa.  Benar, setiap lima tahun memang terjadi perubahan. Sayangnya bukan kemajuan, tetapi Indonesia baru yang lebih buruk.
Sebenarnya apa akar masalah dari bangsa ini??

Saya ingin memberi illustrasi begini; Kalau manusia-manusia Indonesia ini kita analogikan sebagai mobil, maka mobil-mobil tersebut adalah mobil-mobil dari berbagai merek dengan tingkat kerusakan yang sudah sangat parah. Maka, satu-satunya cara secvice yang tepat adalah kembali mematuhi buku petunjuk yang sebenarnya sejak awal telah diterbitkan oleh pabrik masing-masing merek. Mobil-mobil bermerek Islam misalnya, sepatutnya kembalikanlah mereka kepada buku petunjuknya, Syariat Islam. Kalau mobil-mobil Islam itu dipaksakan harus di service oleh bengkel merek demokrasi sekuler misalnya, ya tambah hancurlah itu mobil. Nah disinilah sebenarnya kesalahan fatalnya para pengambil kebijakan di negeri ini. Mobil-mobil rusak yang mayoritas bermerek Islam itu kok malah tidak boleh diservis berdasarkan buku petunjuknya, Alquran.  Sebaliknya jika ada yang berani bicara Syariat Islam, justru dijerat dengan undang-undang teroris.

Olehnya itulah, berangkat dari fakta kesalahan service seperti diatas, jika SAYA PRESIDEN, maka program utama saya cuma satu: MENUMBUH KEMBANGKAN LOKALISASI.

Caranya, mulai dari ibu kota negara, provinsi, kabupaten/kota, serta kecamatan dan desa, wilayah administrasi pemerintahan negara ini akan kubagi menjadi dua wilayah defacto dengan nama lokalisasi sekuler dan lokalisasi Islam.

Untuk lokalisasi sekuler, anggaran infra strukturnya bisa sedikit efisien dengan memanfaatkan ribuan lokalisasi-lokalisasi PSK yang sudah ada dan sangat memadai ditiap ibu kota provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Toh kalau harus membangun infrastruktur baru paling-paling hanya ditingkat pedesaan atau beberapa kecamatan yang belum sempat terbangun.

Lokalisasi-lokalisasi PSK yang sudah ada tadi ini tinggal kukembangkan menjadi lokalisasi sekularisme yang lebih luas. Didalam lokalisasi inilah nantinya masyarakat dari berbagai agama akan hidup dan diatur oleh Undang-Undang Negara Sekuler sebagaimana yang telah berlangsung selama ini.

Adapun lokalisasi defacto kedua yang akan saya bangun adalah lokalisasi yang khusus kusiapkan bagi kaum muslimin yang merindukan kehidupan islam secara kaffah. Didalamnya tentu saja akan berlaku syariat Islam secara menyeluruh pula, termasuk sistim dan struktur pemerintahannya.

Adapun persoalan siapa wakil presiden, sejarah akan mencatat bahwa saya pulalah presiden Indonesia pertama yang memiliki dua orang wakil presiden sekaligus. Mesti dua, karena setiap lokalisasi adalah wilayah defacto yang harus ada penanggung jawab pemerintahannya masing-masing.

Sebelum saya menetapkan siapa yang akan menjadi wakil presidenku, tentu saja telah kuturunkan lembaga survey. Hasilnya,  JK atau Mahfud MD cukup layak sebagai wakil presiden untuk mengurusi lokalisasi-lokalisasi sekuler, sementara Anis Matta saya gadang-gadang sebagai wakil presiden untuk mengurusi lokalisasi-lokalisasi Islam.

Saya berkeyakinan bahwa dengan mekanisme pemerintahan seperti ini, persoalan “Piagam Jakarta” barulah akan berakhir, begitupun issu Nasionalis dan Islam tidak lagi menjadi polemik berkepanjangan disetiap jelang pemilihan presiden.

Dengan demikian pula, kelak negara pasti akan memberi saya gelar, BAPAK LOKALISASI.


Tidak ada komentar: