Senin, 02 Desember 2013

Makassar 2024


"Wahai dunia, ingin aku sampaikan kepadamu sebuah berita gembira: sebuah peradaban agung, institusi moral, benteng kokoh yang telah melindungi dunia dari depresi kemanusiaan, lampu mercusuar yang telah menerangi dua pertiga dunia selama belasan abad, yang tiba-tiba lenyap oleh konspirasi Negara-Negara Anti Muhammad, hari ini, Ahad, 3 Maret 2024, bertepatan dengan hari keruntuhan khilafah Turki tanggal 03 Maret 1924, 100 tahun lalu, Daulah khilafah Islamiyah itu kini telah tegak kembali di tanah yang di berkati, Mesir.

Oleh karena itu, pada hari ini juga, saya sebagai Khalifah dan pemimpin kaum muslimin seluruh dunia, dengan ini mengambil langkah-langkah revolusioner sebagai berikut:

1. Memutuskan hubungan diplomatic dengan Amerika Serikat.
2. Segera merebut dan menyatukan kembali seluruh wilayah negeri-negeri muslim bekas kekhilafahan Turki.
3. Negara Khilafah menerima dan membuka pintu hijrah seluas-luasnya bagi kaum muslimin yang ingin meninggalkan tanah-tanah nasionalnya di seluruh dunia, untuk menjadi warga negara Khilafah.
4. Negara Khilafah menjamin keamanan kaum Muslimin yang berada dalam wilayah kekhalifahan Mesir.

Pidata politik Khalifah Kaum Muslimin yang disiarkan langsung dari Mesir oleh berbagai media diseluruh dunia itu bagaikan angin puting beliung mengguncang musuh-musuh Islam. Dunia terhentak. Amerika Serikat, Israel dan negara sekutu-sekutunya murka, namun tak mampu berbuat apa-apa. Revolusi senyap itu sungguh diluar dari perkiraan lembaga-lembaga intelejen terbaik dunia sekalipun. Tanggal 03 Maret 2024, Negara Khilafah kembali tegak. Suriah, Turki, Palestina, Irak, Yaman, Pakistan, Afganistan dan Al-Jazair, kini telah kembali menyatu dalam satu naungan Negara Khilafah Mesir. Muhammad Mursi Annabhany telah dibaiat menjadi khalifah kaum muslimin seluruh dunia.

Konstelasi politik dunia kalang kabut. Israel dan Amerika serikat beserta negara-negara sekutunya langsung menekan PBB untuk segera bersidang. Akan tetapi setiap hari negeri-negeri muslim yang sebelumnya tercera-berai menjadi lebih dari 50 negara nation State, satu per satu kembali meleburkan kembali wilayah kedaulatannya ke dalam wilayah kekhilafahan. Dalam seketika khilafah telah menjelma menjadi Negara Adidaya baru.

Amerika Serikat, Israel dan negara-negara barat sekutunya yang lain, benar-benar dalam kegalauan. Invasi militer tidak mungkin mereka lakukan. Perang dan kekacauan yang mereka ciptakan sendiri di Irak, Afganistan, Suriah, Mesir dan beberapa negeri muslim di Timur Tengah lainnya serta kampanye issu teroris yang mereka danai di seluruh dunia, telah menggiring negara-negara kapitalis itu menggali kuburannya sendiri. AS dan Eropa sedang dilanda krisis moneter terparah sepanjang abad ini.

Tidak hanya itu, masyarakat didalam negeri mereka sendiri, juga semakin berbondong-bondong beralih memeluk Islam. Hampir setiap hari unjuk rasa menggugat sistim kapitalisme demokrasi terjadi di negara-negara anti Islam itu. Disisi lain, ribuan ilmuwan-ilmuwan muslim, termasuk beberapa pakar nuklir, ahli astronomi, ahli medical, kimiawan, fisikawan, yang sebelumnya tersebar di seluruh belahan bumi dan bekerja perusahaan-perusahaan Amerika Asia dan Eropa, kini berlomba-lomba meninggalkan pekerjaannya dan memilih hijrah ke Negara khilafah untuk mendermakan keilmuan mereka demi kejayaan Islam.

Demikianlah, janji Allah memang benar. “Apa bila telah datang pertolongan Allah dan telah tiba waktunya kemenangan, maka telah kau lihat manusia berbodong-bondong masuk ke dalam Agama Allah”.

*****************

Sembilan bulan pasca tegaknya Khilafah Mesir, tuntutan mayoritas kaum muslimin Indonesia agar pemerintah Republik Indonesia segera meleburkan wilayahnya kedalam wilayah ke Khilafahan tidak mendapatkan respon yang positif dari pemerintah, bahkan militer cenderung mulai menggunakan pendekatan refresif. Unjuk Rasa di Aceh, Medan, Padang, Yogyakarta dan Bandung semua berakhir dengan kekerasan militer. Beberapa aktivis gerakan Islam di siksa dan di penjarakan. Kini para pejuang syariah berharap banyak pada gerakan pro Khilafah Sulawesi Selatan.

Rabu itu adalah minggu ketiga Zubaedah meliburkan halaqoh. Kondisi tidak lagi memungkinkan untuk mengadakan kajian kitab kebangkitan itu. Pertemuan dan koordinasi dengan teman-teman yang lain dilakukan ekstra hati-hati demi menjaga kerahasiaan agenda.

Rencana telah matang. Tepat pada tanggal 20 Desember nanti, setelah sholat Jum’at akan diadakan unjuk rasa besar-besaran menentang penolakan Presiden Republik Indonesia, Hartawan Dibyo terhadap wacana referendum penggabungan wilayah bekas kesultanan-kesultanan nusantara ke dalam Negara Khilafah Mesir. Tuntutan tersebut saat ini semakin menggelora di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Rakyat sudah muak dengan kehancuran yang dihasilkan oleh sistim kapitalisme secular yang selama ini diterapkan.

Zubaedah sangat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai menghubungi para muslimah di rumah mereka satu demi satu karena ketatnya pengawasan terhadap adanya kerumunan, hingga membantu menyebarkan bendera Khilafah. Bendera dengan dasar hitam dan putih bertuliskan kalimat syahadat inilah nanti yang akan mereka bawa, bukan merah putih, bendera Indonesia yang menandakan nasionalisme itu.

“Zubaedah, ada telpon dari Zainudding” Lapor Aisyah, teman Zubaedah yang kebetulan ada di maktab membantu menyiapkan perlengkapan demonstrasi. Zainudding adalah Koordinator Lapangan bagi pelaksanaan unjuk rasa. Teman-teman Zubaedah juga sudah mengetahui bahwa Zubaedah telah dipinang oleh Zainudding dan tinggal menunggu hari untuk akad nikah dan walimahnya.

Diambilnya gagang telepon itu setelah sebelumnya mengucap terima kasih.
“Ketahuilah Ukhti, semenjak aku meminangmu, kerinduanku padamu semakin lebur dalam kerinduaanku pada-Nya. Aku ingin segera berjumpa denganmu, tetapi aku lebih ingin lagi segera berjumpa dengan-Nya. Demi Allah, aku mencintaimu karena cintaku pada-Nya. maafkan atas segala khilafku, jaga dirimu baik-baik, Ukhti. Allahu Akbar!! Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Demikian kalimat Zainudding mengakhiri tetelponnya.

“Wa alaikummussaalam warahmatullahi wabarakatuh” Zubaedah meletakkan gagang telepon. Hanya sesaat Zubaedah berbicara dengan Zainuddding. Lelaki itu nampak tak punya waktu banyak dan hanya menyampaikan apa yang dianggapnya penting.

Tiba-tiba hatinya dilanda rindu. Rindu pada lelaki yang cukup lama diselaminya lewat tulisan-tulisannya di media sosial, lelaki yang ketika mengutarakan isi hatinya lewat inboks facebook setahun lalu membuatnya istikharah berulang-ulang. Bagaimana mungkin Zubaedah lembut dan alim itu begitu saja bisa yakin pada lelaki berambut gonrong dengan syair-syairnya yang kadang-kadang liar??

“Unjuk Rasa dipindah ke Karebosi, tidak jadi di Bandara,” Zubaedah memberitahu Aisyah.

“Kenapa?”

“Entahlah, begitu instruksi dari Korlap barusan. Mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan apabila pelaksanaan di bandara. Gombara telah diduduki militer. Jika dipaksakan di bandara, militer akan leluasa melumpuhkan kita dengan cepat.”
“Baiklah, aku pamit dulu. Perubahan ini harus segera kuberitahukan kepada yang lainnya” Aisyah segera beranjak. Mereka berpelukan sebelum berpisah.
“Hati-hati, ya ukhti. Jaga kerahasiaan, meski sudah beberapa Jenderal mendukung kita, intel militer nasionalis ada di mana-mana,” Zubaedah mengingatkan Aisyah. Aisyah mengangguk terharu.

“Allah pasti akan memenangkan perjuangan ini. Allahu Akbar. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam”

****

Karebosi, pagi hari 20 Desember 2024. Langit mendung memayungi sebagian wilayah Makassar. Orang-orang beraktifitas seperti biasa. Pegawai kantor tetap berangkat kerja ke kantor, yang guru tetap mengajar, yang dokter tetap mengobati pasien, yang pedagang pun juga tetap berjualan.
Suasana mulai berubah menjelang siang. Masjid Al-Markaz penuh sesak oleh jamaah untuk menghadiri sholat Jum’at. Muhammad Nasir Bugis, Syabab Hizbuttahrir yang bermukim di Jeddah pulang kampung dan hari itu akan membawakan khutbah. Seluruh masjid di Makassar dan kota-kota sekelilingnya berisi tema yang sama. Kewajiban Hijrah. Betapa azab Allah akan menghampiri mereka yang tak mau menerapkan hukum Allah dalam segenap aspek kehidupannya. Sudah waktunya rakyat bangkit. Perubahan tak akan terjadi tanpa mereka punya semangat dan kemauan untuk berjuang ke arah yang lebih baik.

Wajah-wajah jamaah terlihat penuh semangat dalam mendengarkan khutbah Jum’at. Mereka semua teraliri semangat para Khatib yang berkhutbah bahwa satu-satunya solusi atas keterpurukan Indonesia adalah Khilafah. Dalam sujud mereka kali itu, Jum’at di siang mendung itu, mereka merasakan kekuatan maha dahsyat untuk bergerak. Wangi minyak kesturi, yang biasa hadir menyambut jasad para syuhada, dengan pelan dan lembut menyelinap dalam shof-shof sholat itu.

Usai munajat panjang para jamaah sholat, diumumkan akan ada demonstrasi besar di Karebosi. Diharapkan segenap masyarakat hadir dan mendukung tuntutan agar pemerintah Republik Indonesia segera menggabungkan diri dengan kekhalifahan di Mesir.

Tepat pukul 14.00 Waktu Indonesia Bagian Timur, lapangan kerebosi telah sesak dengan manusia. Tak diduga, Zainudding, yang di media facebook selama ini hanya dikenal dengan tulisan-tulisannya yang melulu tentang cinta dan nyaris tak pernah bicara revolusi, hari itu berhasil mengkoordinir sekitar 50.000 lebih massa pengunjuk rasa. Terlihat juga barisan muslimah yang ikut hadir dan mendukung demonstrasi. Semua lebur dalam satu agenda, menuntut penggabungan wilayah Republik Indonesia kedalam Daulah khilafah Islamiyah Mesir.

“Ya ukhti, jaga barisan. Tetap di posisi masing-masing, intel militer mudah sekali menyusup bila kita tak hati-hati,”

Zubaedah sibuk mengatur barisan dan menjaganya agar tak ada pihak perusuh yang menyelinap. Tangannya sibuk menyebarkan ikat kepala putih dengan tulisan syahadat bertinta hitam. Lautan manusia terus berdatangan memberi dukungan pada aktifitas siang itu. Pusat-pusat perbelanjaan yang berada di sekitar lapangan tutup lebih awal dan membiarkan para karyawannya bergabung.. Masyarakat terlihat sudah memberi dukungan penuh agar Indonesia segera bergabung dengan Kekhilafahan Mesir. Unjuk rasa ini memang yang lebih difokuskan pada orasi membuka kedok bobrok pemerintahan secular dan agenda referendum.

Orasi dilakukan bergantian oleh para ikhwan. Hinggalah pembicara ketiga, Zainudding, lelaki yang sudah mengkhitbah Zubaedah, seorang penyair tanggung yang diam-diam ternyata merindukan khilafah, berdiri diatas sebuah mobil Pickup dengan sebuah kitab dan megaphone tergenggam ditangan. Setelah mengucap salam, tahmid dan sholawat, ia pun mulai berbicara.

“Revolusi adalah sebuah kepastian, saudaraku. Revolusi yang saya maksud adalah revolusi damai tanpa kekerasan. Rakyat sendirilah yang harus menuntut rezim sekuler agar segera mundur. Pemerintah sekuler dan antek-anteknya tak akan pernah mampu membawa umat ini pada kebangkitan. Hanya Islam saja yang mempunyai solusi atas semua masalah-masalah yang dihadapi negeri ini. Jangan bersedih saudaraku, kita mempunyai banyak saudara lain di belahan bumi sana, di jengkal mana pun ada tanah untuk berpijak di sanalah dakwah Islam digemakan” Begitulah prolog singkat dari Zainudding sebelum melanjutkannya.

“Saya tak akan berorasi kali ini, saya hanya akan membacakan sebuah puisi indah dari Syekh Mahmud Ali, Aktivis senior Ikhwanul Muslimin yang saat ini bergerak diwilayah Amerika dan Eropa.

Zainudding mengambil kertas dari sakunya. Sebelum ia membacakan puisinya, ia menyampaikan salam perjuangan yang disambut dengan gemuruh Allahu Akbar dari para hadirin. Dengan suara lantang dan mata berkaca-kaca, ia mulai membacakan puisinya.

Kepada siapapun penerap hukum selain hukum Allah……

Jangan salahkan matahari jika engkau terpanggang
Jangan salahkan laut jika engkau tenggelam
Dan jangan salahkan bulan jika engkau membusuk

Bagaimana aku tahu itu??

Karena peringatan telah dikitabkan
Bahwa ketika saatnya telah tiba, maka kebatilan memang akan terpanggang, tenggelam, dan membusuk dan kalian pun menjadi ulat-ulat menjijikkan

Hari ini, janji itu benar-benar telah tiba
Kebenaran telah menjadi cahaya benderang di bumi khilafah

Dan didalam kuburan sejarah sana……..
Kapitalisme, sekularisme dan nasionalisme sedang menangisi nasibnya

Tiada kemuliaan tanpa Islam
Tiada Islam tanpa syariah
Tiada Syariah yang kaffah tanpa khilafah

Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!
Tegakkan Khilafah!!!
Campakkan Nasionalisme!!

Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!

Pemuda itu terus membakar semangat massa dan disambut dengan pekik Allahu Akbar oleh para pengunjuk rasa. Langit Makassar dipenuhi gemuruh takbir menggelegar. Tank-tank militer semakin mendekat, awan pun mulai menggosong oleh asap-asap mesiu dan gas air mata. Sekali lagi tanpa gentar sekalipun, pemuda itu kembali menantang penguasa.

Maka wahai presiden Dibyo!!

Kini pilihanmu hanya dua; Menjadi terhormat dengan tetap memimpin kami sebagai gubernur dalam wilayah kekhilafahan, atau bergabung dengan khila…………
Allaaaaaaaahu Akbar!!!!!!!!!!!!

Tretettetetetet..tet..tet..tet..tet..belum lagi pemuda itu menyelesaikan orasinya, tiba-tiba suara tembakan beruntun menerjang para pengunjuk rasa. Timah-timah panas bagaikan hujan deras yang datang tiba-tiba menyapu seluruh lapangan yang sesak dengan manusia. Gemuruh takbir perlahan berganti desing senjata-senjata otomatis. Darah berceceran disana-sini, ribuan demonstran tumbang bersimbah darah, karebosi terbakar, Makassar berguncang, kehidupan sekali lagi berduka.

“Lari kearah timur! Isthy, Hana, Inayah, Habibah, bawa ibu-ibu itu berlindung ke masjid raya!”

Zubaedah memberi petunjuk kepada beberapa akhwat untuk menuntun ibu-ibu yang lain yang sedang ketakutan dan bingung hendak kemana. Suara tembakan semakin dekat dan beruntun. Seorang ibu yang berusaha mengangkat tubuh anaknya yang terluka, terjungkal terkena peluru dari jarak dekat.

“Hartini, lari ke sebelah sini” teriak Zubaedah pada Hartini yang sedang menggendong bayinya yang baru berumur 9 bulan.

Sambil berlari merangkak dengan sebuah tas jinjing ditangannya, Zubaedah kini teringat pada lelaki yang membawakan puisi tadi.

“Zainudding masih di podium meneriakkan takbir ketika tembakan terdengar” Batinnya.

Tanpa fikir panjang, Zubaedah pun segera berbelok arah. Ia tak peduli lagi dengan peluru-peluru yang terus berluncuran membabi buta.

“Zubaedah, berlindung Ukhti!! Jangan ke arah podium, di situ pusat tembakan terjadi,” Akhi Abdul Rahim berteriak mengingatkanya. Zubaedah hanya melambaikan tangannya dan bergegas menuju arah yang dilarang itu.

Zubaedah, gadis lincah bermental baja dan pantang menyerah, berjalan dengan mengendap-endap. Ditahannya nafas dan juga sesak yang membuncah di dadanya. Bukan sesak karena tak ada udara, tapi sesak karena kemarahan yang menggelora. Tubuh-tubuh para mujahid dakwah itu bergelimpangan di tanah. Akhi Arifuddin, Ismail, ihsan , dan ribuan ikhwan lain yang ia tahu sebagai teman-teman Zainudding di group facebook, syahid.

Unjuk rasa di Karebosi menjadi ladang pembantaian rezim Dibyo kepada para pengemban dakwah yang berusaha mengkhilafahkan Indonesia. Tak pernah Zubaedah melihat mayat sebanyak ini.

“Presiden Hartawan Dibyo laknatullah!!” Zubaedah begitu geram hingga hampir-hampir ia tak mendengar suara laras sepatu militer berjalan ke arahnya.

Allah bersamanya. Ia segera melompat dan bersembunyi di dalam bak sampah besar yang ada di dekatnya. Rasa ingin tahu mengalahkan rasa takutnya. Dengan hati-hati, berusaha diintipnya pemandangan didepannya lewat celah kecil bak sampah.

“Apa yang akan mereka lakukan?” batin Zubaedah geram. Disaksikannya dengan jelas bagaimana tentara-tentara Nasionalis Sekuler itu meletakkan senapan di tangan para Ikhwan. Sebuah kitab karya Assyahid Hasan Al Banna di letakkan di atas kubangan darah dada mayat Zainudding.

Dengan sigap, dipasangnya kamera digital untuk menangkap momen itu. Tak henti bibir dan batin Zubaedah terus mengumandangkan asma Allah, ayat kursi dan doa mohon perlindungan dari dajjal-dajjal berbentuk manusia ini.

Beberapa kali diambilnya adegan para tentara yang berusaha memfitnah para ikhwan itu dengan kameranya. Dizoomnya sehingga tampak begitu jelas. Ya Allah, bantu aku menyampaikan kebenaran ini pada dunia. Zubaedah terus berdoa.

Terngiang kembali kalimat Zainudding sebelum meminangnya…

“Ketahuilah Ukhti, aku bukanlah terburu-buru untuk melamarmu, tetapi kerinduanku padamu selama ini telah menjelma menjadi kerinduanku pada-Nya. Aku telah banyak melakukan dosa, aku ingin menebusnya lewat kematian dijalan-Nya”

Begitulah kalimat Zainudding sebelum waktunya habis mempersiapkan unjuk rasa itu. Pemuda yang masa remajanya kelam itu, penyair yang puisi-puisinya sebelum aktif halaqoh kadang-kadang terkesan liar dimata Zubaedah, dan itu pula yang membuatnya tidak segera merespon cinta pemuda itu, kini benar-benar telah menemukan cita-citanya, kembali kepada-Nya membawa kerinduannya pada gadis idamannya itu.

Air mata Zubaedah terus menetes, air mata cinta, air mata revolusi. Tak henti bibirnya bergetar bermunajab.

“Ya Allah, jika kematian belum menjemputku hari ini, perkenankanlah aku suatu hari nanti untuk syahid sebagaimana lelaki itu. Perkenankanlah sebuah pertemuan untuk kami di Sorgamu kelak. Ya Allah, hamba ikhlas, hamba ridha. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Selamat jalan, sayang”

Bibir Zubaedah bergetar, dadanya berguncang. Air matanya kini mengering oleh kemarahannya menyaksikan para wartawan mengambil foto Zainudding dan beberapa syuhada lain sebelum mereka dievakuasi oleh alat-alat berat untuk diangkut entah kemana.


****************

Pada belahan bumi lain, di Jakarta, Presiden Hartawan Dibyo, dalam konfrensi persnya menyebut peristiwa itu sebagai kerusuhan yang disebabkan oleh para teroris. Dengan pongah, Hartawan Dibyo menunjukkan foto para ikhwan yang syahid memegang senjata rekayasa yang diletakkan oleh tentara-tentara suruhannya dan menuduh mereka adalah para teroris. Kelompok Islam tertentu menjadi kambing hitam dari sang Presiden yang juga seorang muslim itu.

Zubaedah selamat. Dunia boleh tertipu oleh ulah Hartawan Dibyo. Tapi rekaman video kecil dan sejumlah foto yang diabadikannya akan menjadi saksi tak terbantah bahwa pernyataan pemerintah palsu. Dengan mata nanar, Zubaedah menatap foto Presiden negerinya itu dengan penuh kemarahan. Kemenangan Islam tak lama lagi, Dibyo!! Batin Zubaedah geram. Tunggu saat pembalasan dari semua kekejian yang telah kamu lakukan terhadap kaum muslimin.

Pada saat yang bersamaan, video dan rekaman amatiran dari kamera digital Zubaedah terus digandakan. Terus dan terus. Tanpa ada hak cipta kecuali kebenaran itu sendirilah yang bakal tercipta.

Sementara itu, bumi Makassar masih basah oleh darah. Belahan bumi yang lain masih terus menggelorakan semangat perubahan dan kebangkitan hakiki. Tiran terus menghantam, pengemban dakwah terus maju berjuang. Hingga saat yang dijanjikan-Nya kembali tiba. Presiden Hartawan Dibyo terjungkal dalam pemilihan presiden. Ahmad Anis yang juga Presiden Partai Kebangkitan Sejati (PKS) menang mutlak. Sejarah Indonesia baru dimulai, dan setahun kemudian Indonesia resmi menjadi bagian dari Daulah Khilafah Islamiyah.


(Teiring cinta berbalut duka untuk Mesir dan Suriah).

Tidak ada komentar: